Oleh: Hani Alfiyyah Purnomo
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yayasan atau lembaga termasuk ke dalam contoh pengertian badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia baik yang melakukan usaha maupun tidak. Bentuk dari yayasan dan lembaga salah satunya adalah dalam bidang pendidikan. Sebab itulah lembaga pendidikan menjadi Subjek Pajak Badan Dalam Negeri di mana ketika sudah memenuhi syarat subjektif dan objektifnya akan menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN). Lembaga pendidikan nirlaba dan non nirlaba di Indonesia dapat dikategorikan sebagai WPDN selama memenuhi syarat subjektif dan objektif.
Objek dan Non Objek Pajak Penghasilan
Pada dasarnya semua tambahan kemampuan ekonomis yang didapatkan lembaga pendidikan merupakan objek Pajak Penghasilan seperti contoh pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh dan Angka 3.1 serta 3.2 SE – 34/PJ.4/1995, yakni:
- Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan, kegiatan, atau jasa mencakup uang pendaftaran, uang pangkal, uang seleksi penerimaan murid, uang pembangunan gedung/pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan murid (substance over form), iuran sumbangan pembinaan pendidikan, uang satuan kredit semester, uang ujian, uang kursus, uang seminar, penghasilan yang berasal dari kontrak di bidang penelitian, dan penghasilan lainnya yang berkaitan dengan usaha jasa pendidikan
- Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya;
- Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
- Keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah;
- Pembagian keuntungan dari kerja sama usaha
Kemudian, terdapat non objek PPh untuk lembaga pendidikan di mana hal ini diatur dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPh, PMK Nomor 80/PMK.03/2009, Pasal 2 ayat (3) dan Pasal 5 PMK 68/PMK.03/2020, PER DJP PER-44/PJ/2009, dan Angka 2 SE – 34/PJ.4/1995, di mana hal tersebut mencakup
- Bantuan atau sumbangan dan harta hibahan sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak memberi-menerima. Selain itu, lembaga pendidikan yang menerima juga harus semata-mata menyelenggarakan pendidikan formal yang berprinsip nirlaba
- Dividen dari penyertaan modal yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
- Sisa lebih yang ditanamkan kembali dalam bentuk saran dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan dalam jangka waktu 4 tahun sejak diperoleh. Istilah sisa lebih dikenal untuk organisasi nirlaba yang memang tidak mencari keuntungan, istilah ini sama halnya dengan “surplus” atau “laba”. Penanaman kembali sisa lebih lembaga pendidikan diantaranya berupa: pengadaan sarana kegiatann pendidikan, penelitian, dan/atau pengembangan seperti peralatan kelas, barang-barang terkait kegiatan tersebut, komputer, transportasi, kendaraan antar jemput murid, kendaraan sesuai dengan kegiatan lembaga pendidikan serta pembangunan dan pembelian gedung termasuk membeli tanah sehubungan dengan pembangunan gedung kegiatan pendidikan, penelitian, dan/atau pengembangan seperti laboratorium, perpustakaan, ruang kantor, ruang komputer, asrama, dan rumah dinas tenaga kependidikan selama berada di wilayah Indonesia
- Beasiswa di mana penerimanya adalah Warga Negara Indonesia yang mengikuti pendidikan formal dan nonformal di dalam dan/atau luar negeri. Beasiswa harus diberikan oleh WP Badan/ Orang Pribadi yang tidak memiliki hubungan usaha, kepemilikan, atau penguasaan dengan penerima. Selain itu, pemilik, komisaris, direksi, atau pengurus inti WP Badan tidak memiliki hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus dan/atau ke samping satu derajat dengan penerima beasiswa.
- Sisa lebih yang dialokasikan sebagai dana abadi. Dana abadi merupakan dana jaminan untuk keberlangsungan kegiatan pendidikan, penelitian, dan/atau pengembangan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan
Insentif mengenai Objek Pajak Penghasilan
Konsep sisa lebih lembaga pendidikan yang tidak langsung dikenai pajak di tahun bersangkutan merupakan insentif kepada WP. Klasifikasi insentif ini disebut juga dengan Tax Deferral atau Pajak Tangguhan. Apabila sisa lebih atau surplus dalam lembaga pendidikan yang sifatnya adalah nirlaba berhasil memanfaatkannya untuk tujuan-tujuan yang telah disebutkan di paragraf sebelumnya dengan jangka waktu 4 tahun, sisa lebih tersebut dianggap menjadi non objek PPh bagi lembaga pendidikan. Kemudian, ketika lembaga pendidikan tidak berhasil menanamkan kembali sisa lebih tersebut dalam jangka 4 tahun, sisa lebih akan terkena koreksi fiskal positif dan dianggap sebagai objek PPh.
Selanjutnya pada tahun 2020, sesuai dengan Lampiran PMK 3/PMK.03/2022, lembaga pendidikan mendapatkan insentif:
- pembebasan PPh Pasal 22 Impor
- pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
Insentif tersebut diberikan dalam rangka menunjang kegiatan pendidikan, penelitian, dan/atau pengembangan di masa Pandemi Covid-19. Mengingat bahwa Pandemi Covid-19 melumpuhkan beberapa sektor usaha dan perekonomian dunia saat itu.
Biaya Pengurang Objek Pajak Penghasilan
Biaya-biaya yang dapat menjadi pengurang diantaranya:
- Biaya sehubungan dengan kegiatan mendapatkan, memelihara, dan menagih lembaga pendidikan seperti bantuan, sumbangan, atau harta hibahan sepanjang tidak ada hubungan istimewa, biaya operasional kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, biaya pengadaan barang dan/atau jasa untuk kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, biaya peningkatan kapasitas mutu dan layanan kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan serta pengabdian masyarakat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku
- Biaya sehubungan beasiswa, magang, dan pelatihan
- Subdisi atau beasiswa kepada murid yang kurang mampu
- Penyusutan atau amortisasi untuk memperoleh harta yang masa manfaatnya lebih dari 1 tahun (aset tetap)
***Discleimer***