Pengauditan didasarkan pada asumsi bahwa data laporan keangan bisa diverifikasi. Data dikatakan bisa diverifikasi apabila dua orang atau lebih yang memiliki kualifikasi tertentu, masing-masing melakukan pemeriksaan secara independen atas data tertentu, dan dari hasil pemeriksaan tersebut diperoleh kesimpulan yang sama tentang data yang diperiksanya. Masalah bisa tidaknya data diverifikasi terutama berkaitan dengan ketersediaan bukti yang memiliki keabsahan sesai dengan audit yang dilakukan.
Dalam beberapa disiplin, data dikatakan bisa diperiksa apabila pemeriksa bisa membuktikan tanpa keraguan bahwa data benar atau salah. Hal seperti itu tidak berlaku dalam akuntansi dan pengauditan.
Auditor hanya membutuhkan dasar yang memadai untuk menyatakan suatu pendapat tentang ewajaran laporan keuangan. Dalam melakukan pemeriksaan, auditor mengumpulkan bukti untuk menentukan validitas dan ketepatan perlakuan akuntansi atas transaksi-transaksi dan saldo-saldo. Dalam konteks ini, validitas berati otentik, benar, baik, atau berdasar, dan ketepatan berarti sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku dan kebiasaan.
Laporan keuangan berisi banyak asersi spesifik tentang unsur-unsur individual. Sebagai contoh, dalam kaitannya dengan persediaan, manajemen menyatakan bahwa persedian benar-benar ada, merupakan milik dari entitas yang membuat laporan, dinilai dengan tepat sesual metoda harga terendah di antara biaya perolehan dan nilai bersih yang Disa direalisasi. Dalam pengauditan laporan, auditor harus yakin bahwa asersi-asersi individual bisa diverifikasi (atau bisa diperiksa) dan dimungkinkan untuk mencapai suatu kesimpulan tentang kewajaran laporan sebagai keseluruhan dengan memeriksa akun-akun yang membentuk laporan.
*Disclaimer*