Oleh: Maskudin
Sesuai dengan PP-44/2022, penghapusan piutang tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah:
a. dilaporkan oleh Pengusaha Kena Pajak penjual atau Pengusaha Kena Pajak pemberi jasa; dan
b. dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya oleh Pengusaha Kena Pajak Pembeli atau Pengusaha Kena Pajak Penerima Jasa.
Yang dimaksud dengan “piutang” merupakan piutang yang timbul karena penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak.
Contoh:
Pada bulan September 2022, PT A telah menjual Barang Kena Pajak dengan nilai Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada PT B dengan mekanisme penjualan kredit. Transaksi tersebut oleh PT A dicatat sebagai piutang sedangkan oleh PT B dicatat sebagai utang. Untuk kepentingan pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai, PT A membuat Faktur Pajak dengan nilai Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp11.000.000,00 (sebelas juta rupiah) dan menyerahkan Faktur Pajak tersebut kepada PI B. Selanjutnya Faktur Pajak yang telah dibuat oleh PT A tersebut telah dilaporkan baik oleh PT A dan PT B dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak September 2022.
Pada bulan Desember 2022, PT A mengeluarkan kebijakan untuk menghapus semua piutang dari PT B. Penghapusan piutang tersebut tidak berpengaruh terhadap pelaporan Pajak Pertambahan Nilai yang telah dilakukan baik oleh PT A maupun PT B dalam surat pemberitahuan masa Pajak Pertambahan Nilai Masa Pajak September 2022.
Atas Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak sehingga tidak dapat digunakan lagi karena di luar kekuasaan Pengusaha Kena Pajak atau keadaan kahar, tidak mengakibatkan dilakukan penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dikreditkan sebagai Pajak Masukan atau dibebankan sebagai biaya untuk perolehan Barang Kena Pajak yang musnah atau rusak tersebut.
Yang dimaksud dengan “keadaan kahar” atau force majeure merupakan suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya yang meliputi bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Keadaan kahar atau force majeure tersebut harus dinyatakan oleh pejabat/instansi yang berwenang.
***Disclaimer***