Laba Sebagai Tujuan?
Oleh : M Akmal Murtadho
Dalam kegiatan bisnis, manifestasi dari sistem ekonomi pasar adalah pembentukan laba. Motivasi untuk memperoleh laba dipicu oleh prinsip sistem ekonomi pasar, yaitu dibenarkannya hak kepemilikan pribadi, dibenarkannya mengambil bagian dari tukar-menukar untuk kepentingan diri sendiri, dan dibenarkannya melakukan pemupukan modal untuk kepentingan pribadi. Laba (earning) biasanya dianggap sebagai tujuan didirikannya perusahaan. Kegiatan ekonomi yang tidak bertujuan untuk mencari laba, bukan merupakan kegiatan usaha. Organisasinya tidak disebut dengan perusahaan. Kegiatan ekonomi yang tidak bertujuan mencari laba adalah kegiatan amal atau sosial.
Laba merupakan imbalan bagi modal yang disisihkan untuk usaha. Pemilik modal (pemegang saham) menanggung risiko atas modal yang mereka tanamkan. Oleh karena itu, mereka berhak atas laba. Teori ekonomi mikro dalam setiap analisisnya menganggap bahwa tujuan perusahaan adalah memaksimalkan laba. Namun, tujuan mengejar keuntungan (laba) maksimal banyak menimbulkan masalah etika. Selain itu, pada kenyataannya, keputusan ekonomi tidak semata-mata didasarkan atas rasionalitas seperti yang disyaratkan dalam teori ekonomi. Ada unsur emosi di dalamnya.
Tujuan perusahaan tidak hanya semata-mata mencari laba juga dikumandangkan oleh para ahli ekonomi, salah satunya adalah Milton Friedman 1970) dalam Brooks & Dunn (2012: 10). Alokasi sumber daya melalui usaha, dalam sistem ekonomi pasar, harus sesuai dengan aturan masyarakat dan mencakup unsur tanggung jawab sosial. Dua hal yang ditekankan adalah tunduk pada undang-undang (regulasi) dan etika berusaha. Laba tidak lagi menjadi satu-satunya alat pengukur kinerja perusahaan sehingga laba juga bukan ukuran yang akurat untuk alokasi sumber daya ekonomi.
Berbagai riset (lihat, misalnya, yang disitir oleh Brooks & Dunn, 2012: 12-18) menyebutkan bahwa kepedulian sosial dan kepatuhan terhadap etika tidak akan menurunkan laba, walaupun keduanya mengandung unsur biaya (cost) dan menghilangkan kesempatan (opportunities). Kepedulian sosial dan kepatuhan terhadap etika menimbulkan loyalitas dan loyalitas memperluas pasar.
Konsep stakeholder menekankan pada pentingnya ketergantungan antara kegiatan usaha dan masyarakat. Keduanya merupakan dua pihak yang harus melakukan upaya simbiosis mutualisme.
Maksud (tujuan) mendirikan perusahaan pada dasarnya adalah menyediakan barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat. Tujuan yang semata-mata untuk mencari keuntungan bukan sesuatu yang mutlak. Jika semata-mata untuk mencari keuntungan, perdagangan narkotika yang mendatangkan keuntungan besar akan menjadi perdagangan yang dianggap sah. Kegiatan bisnis harus meliputi unsur moral di dalamnya. Laba hanyalah motivasi untuk berusaha. Bertens (2013:177) menganggap keuntungan (laba) sebagai berikut.
1. Tolok ukur kesehatan perusahaan atau efisiensi manajemen.
2. Pertanda bahwa produk dan jasanya dihargai oleh masyarakat.
3. Cambuk untuk meningkatkan usaha.
4. Syarat kelangsungan usaha.
5. Mengimbangi risiko dalam usaha.
Definisi Bertens tentang keuntungan seperti disebutkan di atas tentu masih bersifat abstrak jika dikaitkan dengan usaha yang etis. Laba tidak boleh hanya dikuitkan dengan jumlahnya saja, tetapi juga dikaitkan dengan bagaimana usaha tersebut dilakukin dan siapa yang dipedulikan.
Masalah etika bisnis, barangkali, lebih berkaitan dengan unsur bagaimana dan siapa
*Disclaimer*
Sumber: Soemarso S.R (2018). Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan Tata Kelola Perusahan.