Oleh: Maskudin
Sampai saat ini negara-negara OECD memutuskan bahwa prinsip ALP diterapkan atas transaksi yang terjadi diantara perusahaan afiliasi karena ALP memberikan pendekatan yang paling mirip dengan skema transaksi yang terjadi di pasar terbuka dimana transaksi seperti penyerahan aset berwujud dan tidak berwujud dilakukan antar perusahaan afiliasi. Meskipun mungkin tidak mudah untuk diterapkan dalam praktiknya, hal tersebut umumnya mencerminkan tingkat laba wajar diantara anggota grup perusahaan afiliasi, yang mungkin diterima oleh otoritas pajak karena hal tersebut mencerminkan realitas ekonomi atas fakta dan kondisi perusahaan afiliasi dan sesuai dengan kondisi pasar independent.
Mengabaikan ALP sepertinya menanggalkan konsep teori perpajakan yang mengancam konsensus internasional yang kemungkinan mengakibatkan meningkatkan risiko terjadinya pajak berganda. Pengalaman penerapan ALP makin hari semakin meluas dan canggih dalam membangun pemahaman bersama antara Wajib Pajak dan Otoritas Pajak. Pemahaman bersama ini memiliki nilai praktis yang besar dalam mencapai tujuan mengamankan basis pajak yang sesuai di setiap yurisdiksi dan menghindari pajak berganda. Pengalaman tersebut harus diadopsi untuk menguraikan ALP lebih lanjut, memperbaiki penerapannya, dan meningkatkan administrasinya dengan memberikan panduan yang lebih jelas kepada wajib pajak dan pengujian yang lebih tepat waktu. Singkatnya, negara-negara anggota OECD terus mendukung ALP. Bahkan, tidak ada alternatif lain yang lebih realistis terkait ALP. Global Farmulary Apportionment (Pembagian formularium global), yang kadang-kadang disebutkan sebagai alternatif yang bisa diterapkan, tidak dapat diterima baik dalam teori, implementasi, maupun praktik.
Sumber: OECD Transfer Pricing Guidelines 2022.
*Disclaimer*