Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

Mengenal Apa itu Restitusi Pajak?

IBX-Jakarta. Dalam ketentuan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan terdapat salah satu istilah yang dinamakan Restitusi Pajak. Restitusi pajak adalah permohonan pengembalian pembayaran pajak yang diajukan Wajib Pajak kepada negara.

Tentunya Wajib Pajak memiliki hak untuk mengajukan pengembalian atas pembayaran pajak (Restitusi Pajak) oleh pihak pembayar. Adapun restitusi yang ingin diajukan harus memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Berikut 2 kondisi yang dapat menyebabkan Wajib Pajak mengajukan restitusi:

  1. Restitusi pajak yang seharusnya tidak terutang. Hal ini dapat terjadi pada saat Wajib Pajak membayar pajak yang seharusnya tidak terutang pajaknya
  2. Pengembalian pembayaran Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Petambahan Nilai (PPN), dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Hal ini dapat terjadi pada saat Wajib Pajak membayar pajak yang lebih besar daripada nilai yang seharusnya.

Jika Wajib Pajak mengalami 2 kondisi di atas, berikut prosedur yang dapat dilakukan untuk mengajukan restitusi oleh pihak pembayar

  • Permohonan pengembalian diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
  • Permohonan pengembalian harus ditandatangani oleh pihak pembayar, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan/atau Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan yang tidak diwajibkan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
  • Jika dalam hal permohonan ditandatangani oleh bukan pihak pembayar, maka permohonan pengembalian harus dilampirkan dengan surat kuasa khusus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan
  • Permohonan pengembalian harus dilampiri dengan beberapa dokumen, diantaranya: Bukti Pembayaran Pajak asli berupa Surat Setoran Pajak (SSP) atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak (SSP), Perhitungan pajak yang seharusnya tidak terutang, dan alasan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
  • Permohonan pengembalian dapat disampaikan secara langsung ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar atau KPP yang wilayah kerjanya, meliputi tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan, dalam hal orang pribadi atau badan tersebut tidak diwajibkan memiliki NPWP
  • Menerima bukti penerimaan surat
  • Permohonan pengembalian juga dapat disampaikan dengan pos atau perusahaan jasa ekspedisi, serta jasa kurir yang dilengkapi dengan bukti pengiriman surat
  • Bukti penerimaan surat adalah bukti penerimaan surat permohonan

Berikut di atas merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak untuk mengajukan pengembalian atas pembayaran pajak (Restitusi Pajak) sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber: Prosedur Pengajuan Restitusi Pajak oleh Pihak Pembayar

*Disclaimer*

Recent Posts

Badan Otorita Penerimaan Negara Akan Dibentuk, Ini Struktur dan Tugasnya

IBX-Jakarta. Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan tengah menyiapkan struktur organisasi Badan Penerimaan Negara (BPN) atau Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN), sebuah lembaga baru yang dirancang untuk memperkuat sistem penerimaan negara secara terintegrasi. Informasi ini disampaikan oleh Edi Slamet Irianto, anggota Dewan Pakar TKN Bidang Perpajakan, dalam acara ISNU Forum on

Read More »

Mengenal Mutual Agreement Procedure dalam Mengatasi Sengketa Transfer Pricing

IBX-Jakarta. Dalam konteks perpajakan internasional, sengketa transfer pricing menjadi isu yang kian kompleks dan sering terjadi, terutama ketika dua negara memiliki pandangan berbeda terkait penentuan harga wajar atas transaksi afiliasi lintas batas. Untuk menyelesaikan sengketa semacam ini tanpa harus menempuh jalur litigasi, tersedia suatu mekanisme yang diakui secara internasional, yaitu

Read More »

Mengenal Analisis Fungsi, Aset, dan Risiko dalam Transfer Pricing

IBX-Jakarta. Dalam praktik perpajakan, khususnya dalam transaksi antar perusahaan afiliasi, penting bagi Wajib Pajak untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan telah sesuai dengan prinsip kewajaran. Salah satu cara menilai kewajaran ini adalah melalui analisis fungsi, aset, dan risiko atau yang dikenal dengan istilah FAR (Function, Asset, and Risk analysis). Prinsip

Read More »