Oleh: M. Akmal Murtadho
MODEL PELAPORAN PERUSAHAAN
Hjelstrom dkk. (2014: 5) dari Department of Accounting Stockholm School of Economics dalam studinya menyatakan bahwa masalah pelaporan keuangan telah memicu beberapa inisiatif untuk melakukan reformasi terhadap penyajian dan pengungkapan dalam laporan keuangan. Studi yang dihasilkan dari 40 (empat puluh) wawancara dengan pemakai laporan yang bersifat keuangan (financial report) itu menyimpulkan bahwa para pemakai laporan tersebut selalu mempertanyakan tentang kualitas laba (income) yang dilaporkan. Kualitas, dalam hal ini, berarti keberlanjutan (sustainability) dan dikaitkan dengan kemampuannya untuk memprediksikan masa depan.
Interpretasi dari kesimpulan adalah bahwa informasi tentang kinerja (past performance) dan pola konversi kas masa lalu (past cash conversion patern) lebi banyak digunakan untuk memprediksi jumlah, waktu, dan risiko arus kas masa mendatang dibandingkan dengan informasi tentang sumber daya (resources) dan klaim atas sumber daya tersebut yang ada saat ini. Oleh karena itu, pelaporan tentang laba perlu diperbanyak dimensinya, misanya pelaporan tentang segmen. Pemakai laporan menganggap adanya variasi yang besar dalam kualitas praktik pengungkapan dalam pelaporan keuangan.
Selanjutnya, kesimpulan yang dihasilkan dari studi Hjelstrom dkk. (2014: 44-48) dibagi dalam beberapa persoalan, yaitu tentang kecukupan informasi, manfaat informasi dalam pengambilan keputusan, waktu pelaporan keuangan, dan kepengurusan versus manfaat untuk pengambilan keputusan. Tentang kecukupan pelaporan keuangan, terdapat dua pandangan yang saling bertolak belakang. Sebagian berpendapat bahwa penyajian dan pengungkapan informasi yang ada sekarang ini sudah terlalu banyak (overload), sebagian lain berpendapat berbeda. Namun, studi lebih lanjut menunjukkan bahwa masalahnya bukan cukup atau tidak cukup, melainkan pada besarnya variasi dari laporan antara satu entitas dan entitas yang lain. Problem utamanya terletak pada pelaksanaan (enforcement), bukan pada penetapan standar (standards setter).
Manfaat dapat didefinisikan dengan menggunakan terminologi relevan, seperti dinyatakan Oleh International Accounting Standard Board (IASB) dalam “Conceptual Framework for Financial Reporting”. Relevan dalam konsep tersebut didefinisikan sebagai, “capable of making a difference in the decisions made by users”. Kesimpulan yang diperoleh dalam studi menyebutkan 5 (lima) hal sebagai informasi yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan berikut.
1. Informasi tentang kinerja masa lalu bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
2. Informasi tentang pola konversi kas masa lalu bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
3. Informasi yang menjelaskan variabilitas hasil bermanfaat dalam pengambilan keputusan.
4. Kemampuan prediksi merupakan perluasan karakteristik yang bermanfaat Dalam pengambilan keputusan.
5. Pengungkapan lebih penting daripada penyajian.
Kesimpulan tentang waktu penyampaian laporan menyebutkan bahwa pengguna lebih menekankan pada laporan interim (interim report) daripada laporan tahunan. Alasan utama penckanan pada laporan interim adalah karena laporan ini dipersepsikan dapat memberikan pemutakhiran yang lebih cepat mengenai kinerja perusahaan. Informasi ini dianggap dapat memberikan isarat tentang apakah perusahaan masih berada dalam jalur (on track) dibandingkan dengan harapan yang dibentuk formed expectation) sebelumnya.
*Disclaimer*
Sumber: Soemarso S.R (2018). Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan Tata Kelola Perusahan.