Oleh: Maskudin
Dalam hal Wajib Pajak telah dilakukan tindakan pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat mengungkapkan dengan pernyataan tertulis mengenai ketidakbenaran perbuatannya, jika:
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 atau Pasal 39 ayat (1) huruf c dan huruf d, sepanjang mulainya penyidikan belum diberitahukan kepada Penuntut Umum melalui penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia.
Terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan tindakan penegakan hukum, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk secara sukarela mengungkapkan sendiri ketidakbenaran perbuatannya.
Dalam hal Wajib Pajak melakukan perbuatan, yaitu:
- tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
- menyampaikan Surat Pemberitahuan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, yang dilakukan karena kealpaan atau dengan sengaja, Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan sebelum melakukan Penyidikan. Meskipun Wajib Pajak telah melakukan perbuatan sebagaimana tersebut di atas dan terhadap Wajib Pajak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atau Pemeriksaan Bukti Permulaan telah ditindaklanjuti untuk dilakukan Penyidikan, Wajib Pajak tetap memiliki kesempatan untuk mengungkapkan sendiri kesalahannya dan terhadap Wajib Pajak tidak akan dilakukan Penyidikan, sepanjang surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan “mulai dilakukan Penyidikan” adalah saat surat pemberitahuan dimulainya Penyidikan diberitahukan kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dengan demikian, dalam hal pemberitahuan dimulainya Penyidikan telah dilakukan, kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran perbuatan sudah tertutup bagi Wajib Pajak.
Pernyataan tertulis diatas harus ditandatangani oleh Wajib Pajak dan disertai dengan:
- penghitungan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang;
- Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang; dan
- Surat Setoran Pajak sebagai pembayaran sanksi administratif berupa denda sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3a) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud diatas disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Pembayaran jumlah pajak yang terutang dan pembayaran sanksi administratif berupa denda merupakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.
Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud diatas telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan Penyidikan. Dalam hal setelah Wajib Pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud diatas masih ditemukan data yang menyatakan lain dari pengungkapan ketidakbenaran perbuatan tersebut, terhadap Wajib Pajak tetap dapat dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan atas Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, dan/atau Tahun Pajak, untuk jenis pajak yang dilakukan pengungkapan ketidakbenaran perbuatan.
*Disclaimer*