IBX-Jakarta. Ketentuan PBB berubah seiring berlakunya melalui Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD) yang disahkan pada 5 Januari 2022 oleh Presiden Joko Widodo dan resmi berlaku pada 1 Januari 2024 lalu. Sesuai namanya UU tersebut mengatur mengenai desentralisasi fiskal dan otonomi daerah.
UU HKPD merubah ketentuan PBB Perkotaan dan Pedesaan (PBB-P2) yang dikenakan atas kepemilikan, penguasaan dan/atau pemanfaatan lahan dan/atau bangunan. Secara umum terdapat 2 perubahan ketentuan dalam perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yaitu :
1. Perubahan Perhitungan Pajak
Sebelum berlakunya UU HKPD, perhitungan PBB dilakukan dengan mengkalikan tarif dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) sebagaimana diatur dalam pasal 81 UU PDRD. Setelah berlakunya UU HKPD perhitungan PBB dilakukan dengan mengkalikan tarif dengan 20%-100% NJOP setelah dikurangi NJOPTKP perubahan tersebut tercantum dalam Pasal 40 ayat (5) UU HKPD.
Dalam naskah akademiknya, pemerintah melakukan perubahan DPP atas PBB dengan tujuan mengedepankan keadilan dari sisi kemampuan bayar (ability to pay) wajib pajak mengingat nilai NJOP yang terus dirubah dan cenderung meningkat. Lebih lanjut, dengan perubahan tersebut pemerintah juga berharap nilai NJOP yang ditetapkan lebih mendekati nilai pasar secara umum dan tidak menambah beban wajib pajak
2. Perubahan Tarif PBB
Ketentuan dalam UU HKPD merubah besaran tarif maksimal PBB, dalam pasal 41 Ayat 1 UU HKPD besaran tarif maksimal untuk PBB adalah sebesar 0,5%. Sebelumnya dalam UU PDRD pasal 80 ayat (1) besaran tarif maksimal PBB adalah 0,3% dari nilai NJOP.
Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, peningkatan tarif dalam UU HKPD ditujukan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara terukur, berdasarkan kalkulasi yang dilakukan kenaikan tarif Pajak Daerah dalam UU HKPD dapat meningkatkan penerimaan Kabupaten/Kota dari Rp 61,2 Triliun menjadi Rp 91,3 Triliun. Peningkatan tersebut setara dengan 50% atau Rp 30 Triliun.
Sumber: Kompas.com