Oleh: Affin Jaffar Umarovic
Ruang lingkup peraturan Direktorat Jenderal Pajak ini adalah suatu transaksi yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Transaksi yang dapat dilakukan oleh wajib pajak dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa, yang dapat mengakibatkan pelaporan jumlah penghasilan dan pengurangan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak. Sehingga tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang meliputi:
- Penjualan, pengalihan, pembelian atau perolehan atas barang berwujud maupun barang yang tidak berwujud
- Sewa, royalti, atau imbalan lain yang timbul akibat penyediaan atau pemanfaatan atas harta berwujud maupun harta tidak berwujud.
- Penghasilan atau pengeluaran yang sehubungan dengan penyerahan atau pemanfaatan jasa.
- Alokasi biaya dan
- Penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan, dan penghasilan atau pengeluaran yang timbul akibat penyerahan atau perolehan harta dalam bentuk instrumen keuangan yang dimaksud
Sejalan dengan OECD, Dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-43/PJ/2010, tentang penerapan prinsip atas kewajaran dan kelaziman usaha dalam transaksi antara wajib pajak dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
Indonesia telah memiliki aturan untuk menangkal praktik tranfer pricing dalam Pasal 18 ayat 3 UU PPh diatur, bahwa Dirjen Pajak yang berwenang untuk menentukan kembali besarnya penghasilan, pengurangan, serta untuk menentukan utang sebagai modal untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan wajib pajak lainnya, yang sesuai dengan kewajaran dan kelaziman usaha yang tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
***Disclaimer***