Oleh : M Akmal Murtadho
Laba abnormal sebagai pemicu keserakahan merupakan konsep yang abstrak dan subjektif. Tidak ada ketentuan yang jelas dan tegas untuk mendefinisikan abnormalitas. Selain aspek pengertian (unsur apa), abnormalitas dapat berkaitan dengan cara memperolehnya (unsur bagaimana), dan bersinggungan dengan dari siapa bagian sumber daya ekonomi yang ingin dialihkan (unsur siapa).
Oleh karena itu, pengendalian diri dalam bidang bisnis berhubungan dengan apa, bagaimana, dan dari siapa laba abnormal diperolch dan diperuntukkan. Etika (bisnis) merupakan alat pengendalian diri dalam berusaha. Oleh karena itu, laba sebagai tujuan usaha, cara melakukan usaha, dan perlakuan terhadap pihak-pihak di luar usaha yang berkepentingan terhadap usaha merupakan hal-hal yang perlu dijelaskan dan ditegaskan kepada semua pihak yang melaksanakan usaha (perusahaan).
Permasalahan tentang “apa” yang disebut laba abnormal berkaitan dengan jumlah, sementara jumlah ditentukan oleh komposisi. Laba secara konsepsi adalah residu dari kegiatan usaha berupa jual beli. Residu ini menjadi hak dari orang yang melakukan usaha tersebut. Laba adalah selisih antara pendapatan dan beban. Pertanyaannya, apakah penentuan pendapatan dan beban telah dilakukan dengan tepat sesuai kenyataan? Jika jawabannya “ya”, jumlah yang tercatat sebagai laba tentu tidak dapat dianggap melanggar kaidah-kaidah perdagangan. Oleh karena itu, hal tersebut tidak mengandung keserakahan.
Cara memperoleh laba abnormal bersangkutan dengan metode perdagangan yang diterapkan termasuk cara memperoleh pelanggan dan memenuhi pesanan pembelian. Jika produk yang dijual harus melalui proses produksi, proses perdagangan akan mencakup input-proses-output. Caracara yang benar dalam menghasilkan dan menjual produk menunjukkan tidak adanya keserakahan dalam bisnis. Cakupan yang jelas dan tegas tentang siapa yang sumber daya ekonomisnya akan dialihkan, dirugikan, atau dipengaruhi, juga mash merupakan hal yang perlu dielaborasi.
Konsep stakeholder, seperti yang telah diuraikan di awal, merupakan upaya untuk menjabarkan pihak-pibak yang dianggap berkepentingan terhadap perusahaan. Kepentingan dalam hal ini berkaitan dengan pengalihan sumber daya ekonomis atau kergian yang ditimbulkan akibat keberadaan perusahaan. Proteksi terhadap kepentingan para pihak tersebut dengan sendirinya dapat melepaskan tuduhan keserakahan bagi perusahaan.
Uraian tersebut menyimpulkan bahwa laba (baik normal maupun abnormal) bukan momok yang dapat digunakan untuk memberikan stigma serakah terhadap perusahaan. Laba tetap merupakan hak yang sah bagi seseorang yang berani mengambil risiko dengan melakukan usaha.
Keserakahan lebih mengacu pada cara untuk memperoleh laba tersebut dan perlakuan yang tidak adil (merugikan) terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap usaha. Cara curang dan pengabaian terhadap hak orang lain adalah ciri keserakahan, bukan ciri laba.
*Disclaimer*
Sumber: Soemarso S.R (2018). Etika dalam Bisnis & Profesi Akuntan dan Tata Kelola Perusahan.