IBX-Jakarta. Kesehatan adalah aset yang tak ternilai. Namun, gaya hidup modern telah membawa tantangan besar, salah satunya adalah meningkatnya prevalensi diabetes melitus. Menurut WHO (2021), diabetes merupakan penyebab kematian kedelapan di dunia, sementara di Indonesia, BPJS Kesehatan (2019) mencatatnya sebagai penyebab kematian ketiga. Data International Diabetes Federation (IDF) juga menunjukkan jumlah penderita diabetes di Indonesia akan meningkat dari 19,5 juta (2021) menjadi 28,6 juta pada 2045. Peningkatan ini mencerminkan perlunya pengendalian konsumsi gula sebagai salah satu penyebab utama.
Pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui kebijakan fiskal, seperti cukai pada Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK). Cukai, menurut Cnossen (2005), memiliki tiga karakteristik utama: selektif, diskriminatif, dan melibatkan pengawasan administratif. Rosdiana dan Irianto (2012) menegaskan fungsi regulerend cukai bertujuan mengurangi dampak negatif eksternalitas, seperti diabetes.
Meski wacana penerapan cukai MBDK telah muncul sejak 1998, implementasinya masih tertunda. Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah mengusulkan tarif Rp1.500 per liter untuk teh kemasan dan Rp2.500 per liter untuk minuman berkarbonasi. Dengan tarif ini, potensi penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp6,25 triliun. Selain itu, kebijakan ini diharapkan mendorong masyarakat beralih ke minuman non-berpemanis, sejalan dengan tujuan pengendalian konsumsi gula.
Namun, kebijakan ini tidak luput dari tantangan. Beban cukai dapat meningkatkan biaya produksi, menaikkan harga jual, dan menurunkan daya beli. Dalam jangka pendek, hal ini berpotensi mengurangi profitabilitas perusahaan, memicu layoff, serta menurunkan penerimaan PPh Pasal 21 dan PPN. Oleh karena itu, penerapan cukai MBDK memerlukan perencanaan matang untuk mencapai keseimbangan antara peningkatan penerimaan negara, pengendalian konsumsi gula, dan perlindungan terhadap industri.
Cukai MBDK adalah instrumen penting untuk mengurangi eksternalitas negatif dan meningkatkan kesehatan masyarakat. Pemerintah harus memastikan kebijakan ini dirancang secara hati-hati agar memberikan dampak positif tanpa mengorbankan kesejahteraan sosial dan ekonomi.
Sumber: bbc.com