IBX – Jakarta. Rencana pembentukan family office atau perusahaan pengelola kekayaan keluarga super kaya di Bali masih dalam tahap pembahasan. Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Mari Elka Pangestu, menjelaskan bahwa rencana ini belum bisa berjalan tanpa adanya regulasi baru yang mengatur aspek hukum dan kelembagaannya. Ia menekankan bahwa saat ini pembahasan masih dilakukan lintas kementerian dan lembaga untuk mencari kebijakan yang paling tepat.
Mari juga menegaskan bahwa pembahasan tersebut belum menyentuh soal perencanaan maupun pengajuan anggaran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi, yang menolak penggunaan dana APBN untuk membiayai proyek tersebut. Menurutnya, apabila program itu ingin dijalankan, maka sebaiknya dibiayai melalui dana swasta tanpa membebani keuangan negara.
Wacana family office sebenarnya bukan hal baru. Gagasan ini sudah muncul sejak 2024 ketika Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan rencana untuk menjadikan Bali sebagai pusat keuangan baru di Indonesia. Tujuannya adalah menarik kehadiran bank internasional, manajer aset, dan firma ekuitas swasta melalui penawaran insentif pajak serta regulasi yang lebih ramah bisnis. Program ini juga diharapkan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional dengan menghubungkan investasi global ke sektor riil di dalam negeri.
Meski memiliki potensi besar untuk memperkuat posisi Indonesia di peta keuangan regional, realisasi family office masih menghadapi sejumlah tantangan. Belum adanya regulasi yang jelas dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi investor. Di sisi lain, model pembiayaan dan tata kelola juga perlu dirancang agar transparan dan sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
Untuk saat ini, pemerintah dan DEN masih perlu mematangkan kerangka hukum serta memastikan sinergi dengan otoritas fiskal. Tanpa fondasi regulasi yang kuat, rencana ini berisiko hanya menjadi wacana strategis tanpa implementasi nyata.
Sumber: Mari Elka Sebut Family Office Masih Pembahasan, Perlu Regulasi Baru


