IBX – Jakarta. Pemerintah Singapura mulai memberlakukan skema Refundable Investment Credit (RIC) pada 1 September 2025. Kebijakan ini diatur dalam Refundable Investment Credit Regulations 2025 dan menjadi bagian dari reformasi insentif investasi negara tersebut. Langkah ini diambil untuk menjaga daya saing Singapura sebagai pusat investasi, sekaligus memastikan kepatuhan terhadap ketentuan pajak minimum global dalam kerangka OECD Pillar Two.
RIC bertujuan menarik investasi strategis dengan tetap mempertahankan integritas sistem pajak. Insentif ini diberikan kepada perusahaan yang berinvestasi pada kegiatan ekonomi yang memiliki nilai tambah tinggi bagi perekonomian, seperti manufaktur berteknologi canggih, energi hijau, penelitian dan pengembangan, serta infrastruktur digital.
Skema ini berbentuk kredit pajak yang dapat dikembalikan. Jika nilai kredit melebihi pajak terutang, pemerintah akan mengembalikan selisihnya dalam bentuk pembayaran tunai kepada perusahaan. Dengan demikian, RIC berfungsi tidak hanya sebagai pengurang pajak, tetapi juga sebagai mekanisme dukungan finansial langsung atas investasi yang memenuhi syarat.
Mekanisme dan Penilaian
Persetujuan RIC dilakukan oleh Economic Development Board (EDB). Evaluasi dilakukan melalui penilaian dampak ekonomi terhadap tenaga kerja, nilai tambah, dan kontribusi teknologi. Pemerintah menggunakan pendekatan berbasis hasil sehingga manfaat fiskal hanya diberikan kepada entitas yang terbukti menimbulkan dampak nyata terhadap perekonomian nasional.
RIC dikategorikan sebagai Qualified Refundable Tax Credit (QRTC) menurut panduan OECD. Klasifikasi ini memastikan bahwa penerima insentif tetap dianggap membayar pajak efektif minimal 15 persen sesuai ketentuan global minimum tax. Dengan status QRTC, perusahaan tidak terkena pungutan tambahan (top-up tax) di negara asalnya.
Implikasi bagi Kebijakan Pajak Singapura
Kebijakan ini menunjukkan perubahan arah dari strategi insentif berbasis tarif rendah menuju pendekatan yang lebih sejalan dengan aturan pajak internasional. Pemerintah tidak lagi menurunkan tarif pajak badan, melainkan memberikan dukungan finansial berbasis hasil investasi. Pendekatan ini menjaga reputasi Singapura sebagai yurisdiksi yang transparan dan adaptif terhadap dinamika global.
Tantangan Penerapan di Indonesia
Indonesia belum memiliki skema insentif yang sebanding dengan RIC. Insentif yang tersedia saat ini masih berupa tax holiday dan tax allowance, keduanya berbentuk pengurangan beban pajak, bukan pengembalian tunai. Dalam konteks hukum, Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan Pajak Penghasilan (UU HPP PPh) dan regulasi turunannya belum mengakomodasi konsep pengembalian kredit pajak yang melebihi pajak terutang.
Selain faktor hukum, aspek fiskal juga menjadi kendala. Skema RIC menuntut kesiapan fiskal pemerintah untuk mengeluarkan dana tunai dari kas negara. Mekanisme ini memerlukan sistem verifikasi investasi yang kuat agar dana publik tidak disalurkan secara tidak tepat. Dalam kondisi kebijakan fiskal Indonesia yang masih fokus pada konsolidasi anggaran, penerapan RIC akan memerlukan reformasi struktural yang signifikan.


