Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

Pahami PPh Pasal 22, Definisi, Objek, Tarif, dan Mekanisme Pemungutan

IBX-Jakarta. Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22) merupakan pajak yang dikenakan pada transaksi yang berkaitan dengan impor, ekspor, penjualan barang oleh instansi pemerintah, atau kegiatan yang melibatkan perusahaan tertentu. Menurut Direktorat Jenderal Pajak (DJP), PPh Pasal 22 adalah pajak yang dipungut atas penghasilan yang terkait dengan pembelian barang. Objek dari PPh Pasal 22 mencakup pembelian barang seperti pengadaan komputer, meubel, mobil dinas, alat tulis kantor (ATK), dan barang-barang lain yang dibeli oleh pemerintah dari penjual yang wajib pajak.

Objek PPh Pasal 22 meliputi kegiatan impor barang tertentu yang masuk ke Indonesia, penjualan barang mewah seperti kendaraan bermotor dan elektronik, transaksi pembelian barang oleh pemerintah atau BUMN untuk keperluan operasional atau proyek, serta penjualan hasil produksi dalam negeri oleh perusahaan, seperti hasil tambang dan produk pabrikasi. Pajak ini dipungut langsung oleh pihak yang melakukan transaksi, sehingga sering disebut sebagai pajak yang berbasis penghasilan dari transaksi tertentu.

Tarif PPh Pasal 22 secara umum adalah 1,5 persen dari harga beli (tidak termasuk PPN). Namun, terdapat tarif khusus untuk beberapa transaksi, seperti:

  1. Untuk impor: 2,5 persen untuk importir dengan Angka Pengenal Importir (API); 7,5 persen untuk non-API; dan 7,5 persen untuk barang yang tidak dikuasai.
  2. Pembelian oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD dikenakan tarif 1,5 persen dari harga beli (tidak termasuk PPN dan bukan final).
  3. Penjualan hasil produksi dikenakan tarif berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak, misalnya 0,1 persen untuk kertas, 0,25 persen untuk semen, 0,3 persen untuk baja, dan 0,45 persen untuk otomotif.
  4. Pungutan PPh Pasal 22 pada penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas memiliki ketentuan tertentu, di mana penyalur/agen dikenakan tarif final.
  5. Pembelian bahan untuk industri atau ekspor dari pedagang pengumpul dikenakan tarif 0,25 persen dari harga beli (tidak termasuk PPN).
  6. Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir dengan API dikenakan tarif 0,5 persen dari nilai impor.
  7. Penjualan barang-barang tertentu seperti pesawat udara pribadi, kapal pesiar, rumah, apartemen, dan kendaraan bermotor mewah dikenakan tarif 5 persen dari harga jual (tidak termasuk PPN dan PPnBM).

Mekanisme pemungutan dan pelaporan PPh Pasal 22 meliputi kewajiban pemungut untuk menghitung, memotong/memungut, dan menyetorkan pajak ke kas negara melalui bank persepsi. Pemungut juga harus melaporkan pemungutan pajak tersebut setiap bulan melalui Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Pajak ini memiliki kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan negara dari sektor perpajakan. Dengan mengenakan tarif yang lebih tinggi pada barang tertentu, pemerintah dapat mengendalikan pola konsumsi masyarakat. Sistem pemungutan langsung juga mempermudah pengawasan pajak. PPh Pasal 22 berperan penting dalam sistem perpajakan Indonesia karena langsung terkait dengan transaksi barang yang melibatkan impor, ekspor, atau perusahaan besar. Kepatuhan terhadap peraturan PPh Pasal 22 tidak hanya mendukung peningkatan pendapatan negara tetapi juga membantu menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan pajak.

*Disclaimer

Sumber: Mengenal Pajak PPh Pasal 22, Objek, dan Tarifnya

Recent Posts

Celios Ungkap Lima Agenda Prioritas Menteri Keuangan Baru

IBX – Jakarta. Presiden Prabowo secara resmi mengganti posisi Menteri Keuangan dalam reshuffle Kabinet Merah Putih pada Senin (8/9). Jabatan tersebut kini diisi oleh Purbaya Yudhi Sadewa. Menanggapi pergantian ini, Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai langkah tersebut sebagai sinyal positif bagi arah kebijakan ekonomi nasional. Menurut Celios,

Read More »

Daya Beli Terkikis, PTKP Dinilai Harus Segera Direvisi

IBX – Jakarta. Pelemahan daya beli masyarakat mendorong munculnya desakan untuk menaikkan ambang batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sejumlah ekonom menilai kebijakan ini mendesak, terutama untuk meringankan beban kelas pekerja yang penghasilannya terus tergerus oleh berbagai potongan rutin seperti pajak penghasilan, iuran jaminan sosial, dan dana pensiun. Saat ini,

Read More »