

IBX-Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa penerimaan pajak dari transaksi mata uang kripto di Indonesia mencapai Rp620,4 miliar hingga akhir tahun 2024. Sejak diberlakukannya pajak kripto pada tahun 2022, total penerimaan telah terkumpul sebesar Rp1,09 triliun dalam kurun waktu 2,5 tahun.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto (IAKD) OJK, Hasan Fawzi, menjelaskan bahwa kontribusi pajak ini berasal dari pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi aset kripto.
Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Kamis (13/2/2025), Hasan juga menyampaikan bahwa terdapat tiga lembaga yang berperan sebagai Self-Regulatory Organization (SRO) di sektor aset kripto. Selain itu, terdapat 16 pedagang kripto yang telah memperoleh izin penuh, serta 14 calon pedagang yang masih dalam proses perizinan di OJK.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa nilai transaksi kripto di Indonesia mencapai Rp650,61 triliun per Desember 2024, melonjak 335,91% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Sementara itu, total nilai aset kripto di Indonesia mencapai Rp1,09 triliun dengan jumlah aset tercatat sebanyak 1.396 jenis.
Data yang dimiliki OJK sedikit berbeda dengan catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu melaporkan bahwa hingga Desember 2024, total penerimaan pajak dari transaksi kripto mencapai Rp1,88 triliun. Rinciannya terdiri dari Rp246,45 miliar yang dikumpulkan pada tahun 2022, Rp220,83 miliar pada tahun 2023, dan Rp620,4 miliar pada tahun 2024.
Penerimaan pajak tersebut berasal dari dua komponen utama, yaitu PPh 22 atas transaksi penjualan kripto di exchanger yang mencapai Rp510,56 miliar, serta PPN Dalam Negeri (PPN DN) atas transaksi pembelian kripto di exchanger yang berjumlah Rp577,12 miliar.
*Disclaimer*
Sumber: OJK Ungkap Penerimaan Pajak Kripto Mencapai Rp1,09 T (CNBC Indonesia)