Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

PMK 81/2024: Aturan Baru Pengembalian BKP, Pembatalan JKP, dan Penyesuaian Pajak dalam Sistem Administrasi Modern

IBX-Jakarta. Pemerintah melalui PMK No. 81 Tahun 2024 telah menetapkan aturan rinci terkait ketentuan perpajakan dalam pelaksanaan sistem inti administrasi perpajakan, khususnya mengenai pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) dan pembatalan Jasa Kena Pajak (JKP). Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 286 hingga Pasal 290. Berikut adalah penjelasan terkait implementasi teknis dari peraturan tersebut.

Pengembalian Barang Kena Pajak (BKP)

Berdasarkan Pasal 286 ayat (1), dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh pembeli, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat dikoreksi. Koreksi ini dilakukan dengan cara:

  • Mengurangi Pajak Keluaran dan PPnBM oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) penjual.
  • Mengurangi Pajak Masukan oleh PKP pembeli, apabila Pajak Masukan tersebut sebelumnya telah dikreditkan.
  • Mengurangi biaya atau harta bagi pembeli, baik PKP maupun non-PKP, jika pajak telah dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi dalam harga perolehan harta.

Merujuk pada Pasal 286 ayat (4), pengembalian BKP dianggap tidak terjadi apabila BKP yang dikembalikan diganti dengan BKP yang sama dalam jumlah, jenis, dan harga.

Pembatalan Jasa Kena Pajak (JKP)

Menurut Pasal 286 ayat (3), dalam hal JKP yang diserahkan ternyata dibatalkan, baik sebagian maupun seluruhnya oleh penerima jasa, maka PPN atas jasa tersebut dapat dikoreksi. Koreksi dilakukan dengan cara:

  • Mengurangi Pajak Keluaran oleh PKP pemberi jasa.
  • Mengurangi Pajak Masukan oleh PKP penerima jasa, apabila Pajak Masukan atas JKP yang dibatalkan sebelumnya telah dikreditkan.
  • Mengurangi biaya atau harta bagi penerima jasa, baik PKP maupun non-PKP, apabila pajak telah dibebankan sebagai biaya atau dikapitalisasi dalam harga perolehan harta.

Nota Retur dan Nota Pembatalan: Mekanisme Elektronik

Merujuk pada Pasal 288 ayat (1) dan Pasal 289 ayat (1), pembeli yang mengembalikan BKP diwajibkan membuat nota retur, sedangkan penerima jasa yang membatalkan JKP diwajibkan membuat nota pembatalan. Nota retur atau pembatalan ini harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  • Berbentuk elektronik (Pasal 288 ayat (2a) dan Pasal 289 ayat (2a)).
  • Dibuat dan diunggah melalui modul dalam Portal Wajib Pajak atau laman lain yang terintegrasi dengan sistem administrasi Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 288 ayat (2b) dan Pasal 289 ayat (2b)).
  • Ditandatangani menggunakan tanda tangan elektronik (Pasal 288 ayat (2c) dan Pasal 289 ayat (2c)).
  • Mendapatkan persetujuan dari Direktorat Jenderal Pajak (Pasal 288 ayat (2d) dan Pasal 289 ayat (2d)).

Nota retur atau nota pembatalan harus memuat informasi lengkap sebagaimana diatur dalam Pasal 288 ayat (3) dan Pasal 289 ayat (3), seperti nomor dan tanggal dokumen, rincian barang atau jasa, besaran PPN, serta nama dan NPWP pihak yang terlibat. Nota tersebut wajib dibuat pada saat pengembalian atau pembatalan terjadi (Pasal 288 ayat (4) dan Pasal 289 ayat (4)).

Penyesuaian Pajak pada Masa Pajak yang Sama

Berdasarkan Pasal 290 ayat (1), pengurangan Pajak Keluaran akibat pengembalian BKP atau pembatalan JKP dilakukan dalam Masa Pajak yang sama dengan saat terjadinya pengembalian atau pembatalan. Hal ini berlaku pula bagi pengurangan Pajak Masukan, biaya, atau harta oleh pembeli atau penerima jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 290 ayat (2).

Kesimpulan

Melalui integrasi elektronik dan ketentuan yang rinci, PMK No. 81 Tahun 2024 memberikan landasan hukum yang jelas bagi pengelolaan nota retur dan nota pembatalan. Aturan ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan dalam administrasi perpajakan di Indonesia.

*Disclaimer*

Sumber: Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan

Recent Posts

Awas, Coretax Akan Deteksi Pengusaha Nakal

IBX-Jakarta. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyampaikan bahwa sistem inti administrasi perpajakan yang dikenal sebagai Coretax mampu mendeteksi aktivitas pengusaha yang tidak patuh pajak. Sistem ini mengidentifikasi Wajib Pajak melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang kemudian dihubungkan dengan data dari berbagai pihak ketiga. Dengan demikian, seluruh aktivitas ekonomi penduduk dapat

Read More »

Hadapi Negosiasi Tarif Impor dengan AS, Sri Mulyani Cari Referensi dari Negara G20

IBX-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan diskusi dengan sejumlah menteri keuangan dari berbagai negara, seiring dengan berlangsungnya proses negosiasi tarif impor bersama Amerika Serikat. Ia menyampaikan bahwa proses comparing notes atau membandingkan catatan dilakukan dalam rangkaian pertemuan Spring Meeting G20 yang berlangsung di Washington D.C.,

Read More »

Sri Mulyani Ungkap Pajak Maret Rebound Berkat Core Tax Meski Kuartal I Masih Minus

IBX-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa implementasi sistem inti perpajakan baru (Core Tax System) mulai menunjukkan dampak positif terhadap penerimaan pajak. Pada Maret 2025, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp134,8 triliun—mengalami lonjakan signifikan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Rp98,9 triliun. Meski demikian, total penerimaan pajak sepanjang kuartal I/2025 (Januari—Maret) tercatat

Read More »