

IBX-Jakarta. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 penghasilan atas premi asuransi oleh Wajib Pajak. Pada PMK 81 tahun 2024, hal ini diatur dalam Pasal 241 hingga Pasal 243, yakni mengenai ketentuan penetapan mekanisme pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak, serta memberikan landasan hukum bagi Indonesia untuk memajaki transaksi Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri.
Berdasarkan Pasal 241 ayat (1), Atas pembayaran premi asuransi dan premi reasuransi kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Perkiraan penghasilan neto ini, sesuai Pasal 241 ayat (2), yaitu Besarnya perkiraan penghasilan neto sebagai berikut: a. atas premi dibayar tertanggung kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah premi yang dibayar; b. atas premi yang dibayar oleh Perusahaan Asuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar; c. atas premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada Perusahaan Asuransi di luar negeri baik secara langsung maupun melalui pialang, sebesar 5% (lima persen) dari jumlah premi yang dibayar.
Selanjutnya, pada bagian ketentuan teknis pemotongan diatur dalam Pasal 242, Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (1) dilakukan oleh: a. tertanggung, dalam hal dilakukan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf a; b. Perusahaan Asuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal dilakukan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf b; c. perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia, dalam hal dilakukan pembayaran premi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf C.
Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran premi atau pada akhir bulan terutangnya premi asuransi tersebut. (2) Pemotong pajak wajib memotong dan membuat bukti pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26. (3) Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menyampaikan bukti pemotongan Penghasilan Pasal 26 kepada pihak yang dipotong. (4) Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyetor pajak Penghasilan Pasal 26 paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. (5) Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 26 kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah saat terutangnya pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi. (6) Pemotong pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (4), dan ayat (5) dikenai sanksi sebagaimana diatur dalam UndangUndang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
*Disclaimer
Sumber: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2024