

IBX-Jakarta. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) kini juga dikenakan atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean yang dilakukan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE), sebagaimana diatur dalam Pasal 332 PMK 81 Tahun 2024 ini. Pelaku usaha PMSE yang ditunjuk oleh Menteri wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas transaksi tersebut. Jika transaksi dilakukan langsung antara pedagang atau penyedia jasa luar negeri dengan konsumen Indonesia, maka pihak luar negeri yang ditunjuk bertanggung jawab atas kewajiban ini. Selain itu, untuk transaksi yang melibatkan penyelenggara PMSE, kewajiban ini dapat dialihkan kepada penyelenggara yang mengeluarkan dokumen komersial, seperti faktur atau tanda terima. Namun, jika tidak ada penunjukan khusus, konsumen wajib memungut dan melaporkan PPN sesuai ketentuan Pasal 3A UU PPN.
Lebih lanjut, Pasal 333 menjelaskan bahwa pemanfaatan BKP tidak berwujud mencakup berbagai hak kekayaan intelektual, penggunaan informasi teknis, atau jasa berbasis digital, termasuk barang dan jasa digital yang berasal dari luar negeri. Pemanfaatan ini mencakup hak atas paten, merek dagang, desain, hingga rekaman audio dan video untuk siaran televisi atau radio, serta spektrum radio komunikasi.
Kriteria pelaku usaha PMSE yang wajib memungut PPN diatur dalam Pasal 334. Penunjukan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan kriteria tertentu, seperti nilai transaksi atau jumlah pengakses dalam satu tahun yang melebihi batas tertentu. Pelaku usaha yang ditunjuk akan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) untuk administrasi perpajakan. Bagi pelaku usaha yang belum ditunjuk namun ingin mematuhi kewajiban ini, mereka dapat mengajukan pemberitahuan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
Sementara itu, Pasal 335 menetapkan bahwa konsumen dianggap berada di Indonesia jika memenuhi kriteria tertentu, seperti memiliki alamat atau pembayaran yang terhubung dengan institusi di Indonesia, atau menggunakan alamat IP dan nomor telepon Indonesia. Ketentuan ini memastikan bahwa semua transaksi yang memanfaatkan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar negeri tetap terjangkau oleh sistem perpajakan nasional.
Untuk tarif dan mekanisme pemungutan, Pasal 336 mengatur bahwa PPN dikenakan sesuai tarif dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN dan dihitung berdasarkan nilai transaksi yang dibayar oleh konsumen. Pemungutan dilakukan pada saat pembayaran berlangsung, dan besarnya PPN harus tercantum dalam dokumen transaksi.
Pada Pasal 337 disebutkan bahwa pihak pemungut PPN wajib menerbitkan bukti pungut, seperti commercial invoice atau dokumen serupa, yang menyatakan jumlah PPN yang dipungut dan telah dibayar. Dokumen ini dianggap setara dengan Faktur Pajak dan harus sesuai dengan pedoman dari Direktorat Jenderal Pajak.
PPN yang telah dipungut wajib disetorkan ke Kas Negara paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penyetoran dilakukan secara elektronik, dengan opsi menggunakan Rupiah atau Dolar Amerika Serikat tergantung lokasi pihak yang bertanggung jawab. Selanjutnya, pelaporan dilakukan melalui Surat Pemberitahuan Masa PPN yang harus disampaikan sesuai jadwal. Pelanggaran terhadap kewajiban ini dapat dikenai sanksi sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Dengan pengaturan ini, pemerintah memastikan bahwa transaksi digital, termasuk yang melibatkan pihak luar negeri, tetap memberikan kontribusi pajak yang adil dan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
*Disclaimer
Sumber: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2024