

IBX Jakarta. Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Pasal 81 Tahun 2024 resmi mengatur mengenai batasan kegiatan dan jenis jasa kena pajak yang atas ekspornya dikenai pajak pertambahan nilai.
Dimulai dari Pasal 278, aturan ini menetapkan bahwa ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak dikenakan tarif PPN 0%. Tarif tersebut dihitung berdasarkan dasar pengenaan pajak berupa penggantian, sehingga memberikan keuntungan kompetitif bagi pengusaha yang terlibat dalam ekspor jasa.
Lebih lanjut, Pasal 279 menjelaskan definisi ekspor Jasa Kena Pajak sebagai kegiatan pelayanan yang dilakukan di dalam Daerah Pabean tetapi hasilnya dimanfaatkan di luar Daerah Pabean. Kegiatan ini mencakup jasa terkait barang bergerak atau tidak bergerak, serta jasa lain yang disampaikan secara langsung atau melalui saluran digital.
Untuk memperinci jenis jasa yang dimaksud, Pasal 280 mengklasifikasikan Jasa Kena Pajak ke dalam beberapa kategori. Ini mencakup jasa maklon, perbaikan, teknologi informasi, konsultansi bisnis, riset, persewaan alat angkut internasional, hingga layanan komunikasi seperti penyelenggaraan satelit. Klasifikasi ini bertujuan memudahkan pelaku usaha memahami ruang lingkup kegiatan yang dapat dianggap sebagai ekspor jasa.
Selain itu, Pasal 281 memberikan aturan lebih rinci mengenai jasa maklon. Untuk dapat dikenakan PPN nol persen, jasa maklon harus memenuhi beberapa persyaratan, seperti bahan baku disediakan oleh penerima jasa di luar negeri dan hasil produksi diekspor. Di sisi lain, layanan teknologi informasi juga diatur dengan detail, meliputi layanan analisis, keamanan IT, hingga pembuatan konten digital.
Namun, sebagaimana diatur dalam Pasal 282, ekspor Jasa Kena Pajak hanya dapat dikenakan tarif PPN nol persen jika memenuhi beberapa ketentuan penting. Salah satunya adalah keberadaan perjanjian tertulis antara pihak terkait yang mencantumkan jenis, rincian kegiatan, serta nilai penyerahan jasa. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka jasa tersebut dianggap sebagai penyerahan di dalam Daerah Pabean dan dikenai PPN sesuai tarif umum.
Adapun dalam Pasal 283, pemerintah menetapkan bahwa PPN atas ekspor Jasa Kena Pajak terutang pada saat jasa tersebut dicatat sebagai piutang atau penghasilan. Ketentuan ini memberikan kejelasan mengenai saat terutang pajak untuk menjaga kepastian hukum dalam pelaporan pajak.
Selanjutnya, Pasal 284 mengatur bahwa setiap kegiatan ekspor jasa wajib disertai Faktur Pajak. Faktur ini dapat berupa dokumen tertentu, seperti invoice, yang harus dilaporkan melalui sistem administrasi DJP. Ketentuan ini memastikan bahwa semua kegiatan ekspor tercatat secara akurat. Pelanggaran terhadap aturan ini dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Sebagai pelengkap, Pasal 285 mewajibkan pelaporan kegiatan ekspor Jasa Kena Pajak dalam Surat Pemberitahuan Masa PPN. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak dapat mengkreditkan PPN masukan atas pengadaan barang atau jasa yang terkait langsung dengan kegiatan ekspor tersebut, sehingga mendukung kelancaran operasional para eksportir.
Dengan adanya aturan ini, pemerintah tidak hanya memberikan kejelasan prosedur, tetapi juga menciptakan iklim usaha yang lebih kompetitif. Kebijakan PPN nol persen diharapkan mampu mendorong pengusaha lokal untuk memperluas pasar hingga ke luar negeri.
*Disclaimer
Sumber: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2024