Presiden Prabowo Subianto kembali menunjuk Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan di kabinetnya. Keputusan ini menimbulkan keraguan di kalangan ekonom mengenai kelanjutan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara yang sebelumnya menjadi salah satu program andalan tim Prabowo.
Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fadhil Hasan, menyatakan bahwa terpilihnya kembali Sri Mulyani sebagai Bendahara Negara kemungkinan besar akan menggagalkan pembentukan Badan Penerimaan Negara. Padahal, banyak program Prabowo membutuhkan anggaran besar, dan badan ini dianggap sebagai salah satu cara untuk meningkatkan pendapatan negara.
Fadhil juga meragukan kemampuan Sri Mulyani dalam meningkatkan tax ratio. Selama lebih dari 10 tahun menjabat, Sri Mulyani belum berhasil menaikkan rasio pajak hingga mencapai 12%, dan saat ini rasio tersebut masih berada di angka 10%. Menurutnya, pembentukan Badan Penerimaan Negara diperlukan untuk mencapai target peningkatan tax ratio hingga 23%, namun hal ini sulit terwujud dalam kabinet saat ini yang dianggap terlalu besar.
Senada dengan Fadhil, Ekonom Senior INDEF Nawir Messi menyoroti penurunan rasio pajak dalam beberapa tahun terakhir dan mengaitkannya dengan melemahnya kelas menengah yang menjadi pilar ekonomi. Ia juga menyoroti peran Wakil Menteri Keuangan (Wamen) yang diberi tanggung jawab mengurus penerimaan negara, dan menunggu gebrakan mereka dalam 6 hingga 12 bulan ke depan.
Nawir meragukan apakah Wakil Menteri yang ditunjuk memiliki kemampuan yang memadai untuk menghadapi isu penerimaan negara, terutama dalam sistem perpajakan. Ia menekankan bahwa orang yang ditugaskan mengurus penerimaan negara harus tegas dan berani agar mampu memperbaiki rasio pajak.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Thomas Djiwandono menyatakan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kelanjutan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara. Sebelumnya, Sri Mulyani didampingi oleh tiga Wakil Menteri, yaitu Thomas Djiwandono, Suahasil Nazara, dan Anggito Abimanyu, dengan kemungkinan pembagian tugas terkait urusan penerimaan negara di antara mereka. Namun, Thomas belum bersedia memberikan detail mengenai pembagian tugas tersebut.