IBX-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus sebesar US$ 4,9 miliar pada Mei 2025. Meski begitu, data resmi untuk bulan Mei ini belum dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Surplus tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan capaian bulan April, yang sebesar US$ 4,74 miliar, atau naik sekitar US$ 160 juta.
Meski tetap mencatatkan surplus, Sri Mulyani mewanti-wanti potensi tekanan dari situasi ekonomi global yang bisa berdampak pada kinerja neraca perdagangan Indonesia.
Sebagaimana diketahui, neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama lima tahun berturut-turut, atau selama 60 bulan tanpa jeda. Namun, menurut Sri Mulyani, dinamika ekonomi global ke depan bisa memberikan tekanan terhadap aktivitas ekspor dan impor nasional.
Sri Mulyani menyatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia masih mencatatkan surplus selama lima tahun berturut-turut. Meski demikian, ia mengingatkan agar tetap waspada terhadap kondisi global yang bisa berdampak pada ekspor dan impor nasional. Ia menekankan bahwa meskipun neraca perdagangan terus surplus selama lima tahun terakhir, risiko dari perang dagang global tetap menjadi ancaman yang perlu diantisipasi.
Pada Mei lalu, Kementerian Keuangan mencatat pertumbuhan signifikan dalam ekspor sektor pertanian yang melonjak sebesar 56,2%, serta sektor industri pengolahan yang tumbuh 25,8%. Namun, di sisi lain, ekspor dari sektor komoditas justru mengalami penurunan yang berdampak pada pendapatan negara.
“Penurunan terjadi pada sektor komoditas pertambangan yang tercatat turun 26%, dan ini turut memengaruhi penerimaan negara,” jelas Sri Mulyani.
Sinyal perlambatan surplus neraca perdagangan mulai terlihat sejak April 2025. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, mengungkapkan bahwa nilai surplus pada bulan tersebut merupakan yang terendah selama periode surplus 60 bulan terakhir, tepatnya sejak Mei 2020.
Sri Mulyani mengungkapkan bahwa neraca perdagangan Indonesia masih menunjukkan surplus selama lima tahun secara berturut-turut. Namun, ia menegaskan pentingnya kewaspadaan terhadap situasi global yang berpotensi memengaruhi aktivitas ekspor dan impor nasional. Meski surplus terus tercatat selama lima tahun terakhir, ia mengingatkan bahwa ancaman perang dagang global tetap menjadi risiko yang harus diperhitungkan.
Pada bulan Mei, Kementerian Keuangan melaporkan adanya pertumbuhan yang cukup besar dalam ekspor sektor pertanian yang meningkat sebesar 56,2%, serta sektor industri pengolahan yang tumbuh 25,8%. Meskipun demikian, ekspor dari sektor komoditas mengalami penurunan, yang pada akhirnya berdampak pada pendapatan negara.
“Sektor pertambangan mengalami penurunan ekspor sebesar 26%, dan hal ini memberi pengaruh terhadap penerimaan negara,” ujar Sri Mulyani.
Tanda-tanda perlambatan surplus neraca perdagangan mulai terlihat sejak April 2025. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyatakan bahwa nilai surplus pada bulan April merupakan yang paling rendah selama 60 bulan surplus berturut-turut, atau sejak Mei 2020.
*disclaimer
Sumber: Sri Mulyani Ungkap Neraca Dagang Surplus US$ 4,9 Miliar di Mei 2025


