IBX-Jakarta. Pemerintah Indonesia, melalui DPR, tengah mempersiapkan rancangan Undang-Undang terkait tax amnesty jilid III yang rencananya akan diberlakukan mulai Januari 2025. Rencana ini juga telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025, yang menunjukkan bahwa gagasan pelaksanaan tax amnesty jilid III sudah dirancang sejak beberapa tahun sebelumnya. Hal ini menggambarkan adanya keseriusan pemerintah dalam merancang kebijakan yang dianggap strategis untuk meningkatkan penerimaan negara.
Namun, rencana tersebut menimbulkan berbagai reaksi di masyarakat, baik yang mendukung maupun yang menentang. Di satu sisi, Wajib Pajak yang selama ini patuh terhadap kewajiban perpajakan mereka merasa dirugikan. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini memberikan kesan bahwa ketidakpatuhan akan tetap mendapat pengampunan di masa mendatang, sehingga meruntuhkan motivasi untuk terus taat membayar pajak. Kekhawatiran lainnya adalah bagaimana pemerintah dapat menjaga tingkat kepercayaan dan loyalitas para Wajib Pajak yang selama ini telah mendukung sistem perpajakan dengan baik.
Di sisi lain, kebijakan ini menjadi angin segar bagi Wajib Pajak yang belum patuh. Dengan adanya tax amnesty jilid III, mereka dapat melaporkan harta yang sebelumnya tidak diungkap tanpa perlu khawatir dikenakan sanksi berat. Dalam skema ini, Wajib Pajak cukup melaporkan total aset yang dimiliki dan membayar pajak terutang atas harta tersebut, sehingga beban perpajakan mereka menjadi jauh lebih ringan dibandingkan jika dikenakan sanksi administratif maupun pidana sesuai aturan yang berlaku.
Bagi pemerintah, tax amnesty jilid III dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan penerimaan negara dalam waktu singkat. Kebijakan ini dinilai mampu mengumpulkan dana secara signifikan yang sangat dibutuhkan untuk mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Terlebih lagi, pemerintah sedang menghadapi tantangan besar dalam membiayai berbagai program prioritas nasional. Salah satu program tersebut adalah program makan siang gratis yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto. Program ini membutuhkan anggaran yang tidak sedikit dan harus didukung oleh pendapatan pajak yang memadai.
Selain itu, tax amnesty jilid III juga diharapkan dapat memperluas basis pajak di masa depan. Dengan melibatkan lebih banyak Wajib Pajak yang selama ini belum terdaftar atau belum melaporkan kewajiban perpajakan mereka secara penuh, pemerintah berharap dapat meningkatkan kepatuhan pajak jangka panjang. Namun, tantangan utamanya adalah memastikan bahwa kebijakan ini tidak menciptakan persepsi bahwa pemerintah terlalu lunak terhadap ketidakpatuhan pajak, yang pada akhirnya dapat melemahkan sistem perpajakan secara keseluruhan.
Di tengah pro dan kontra yang muncul, pemerintah perlu merancang strategi komunikasi yang efektif untuk menjelaskan tujuan utama dari kebijakan ini. Selain itu, penguatan sistem pengawasan dan penegakan hukum di bidang perpajakan juga harus menjadi prioritas agar tax amnesty jilid III tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang ingin menghindari kewajiban perpajakan di masa depan.
Sumber: Bisnis.com, CNBC Indonesia