Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

Turunkan PTKP atau Naikkan PPN jadi 12%? Dilema Pajak Kelas Menengah

IBX-Jakarta. Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada Januari 2025, sementara OECD merekomendasikan penurunan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Jika diterapkan, kebijakan ini berpotensi menekan daya beli kelas menengah karena keduanya dapat mengurangi kemampuan konsumsi mereka.

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan menyatakan bahwa pemerintah telah menyediakan beragam insentif guna menjaga daya beli masyarakat kelas menengah. Insentif tersebut meliputi berbagai skema pajak dan subsidi di sejumlah sektor.

Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, menyampaikan bahwa pemerintah memberikan fasilitas Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) untuk sektor properti dan otomotif. Insentif ini mencakup pembelian rumah tapak dengan nilai maksimal Rp5 miliar serta pembelian kendaraan listrik.

“Apakah benar masyarakat yang golongan menengah ini tidak diberi insentif? Ada skema penguatan daya beli masyarakat, misalnya PPN DTP. Ini skema insentif kepada masyarakat dengan penghasilan menengah ke atas,” ujar Dwi melalui kanal YouTube Ditjen Pajak, Selasa (26/11/2024).

Ia menjelaskan bahwa sektor properti dan otomotif menjadi prioritas karena menyerap banyak tenaga kerja serta memberikan dampak berantai ke berbagai industri lain, mulai dari material bangunan hingga furnitur rumah tangga.

Dwi juga menambahkan subsidi energi, seperti subsidi listrik, LPG, hingga BBM masih diberikan oleh pemerintah. Belanja-belanja subsidi memang sudah disiapkan oleh pemerintah.

Dalam kesempatan lain, rencana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025 menarik perhatian publik. Dwi Astuti menegaskan bahwa pemerintah telah menyampaikan informasi terkait kebijakan tersebut sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

“Perlu kami sampaikan bahwa selama ini pemerintah memulai strategi komunikasi dengan publikasi manfaat pajak,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (26/11/2024).

Ia menjelaskan bahwa peningkatan tarif PPN akan dialokasikan kembali kepada masyarakat melalui berbagai program sosial, seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), subsidi energi, dan program pendidikan.

Namun, Kementerian Keuangan mendapat kritik dari Komisi Informasi Pusat karena dinilai kurang transparan dalam menjelaskan tujuan spesifik dari kenaikan ini. Komisioner Rospita Vici Paulyn menyatakan bahwa masyarakat memerlukan informasi yang lebih jelas terkait alokasi tambahan pendapatan pajak untuk program-program tertentu.

“Hal-hal seperti itu yang harus pemerintah sampaikan secara rinci sehingga masyarakat kemudian berpikir ulang,” ujar Rospita dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (25/11/2024).

Saran dari OECD

Laporan terbaru dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) merekomendasikan agar pemerintah Indonesia menurunkan batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk Pajak Penghasilan (PPh). Saat ini, ambang batas PTKP di Indonesia berada di angka Rp54 juta per tahun, yang dinilai OECD terlalu tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata global.

“Akibatnya, kebanyakan kelas menengah yang sedang bertambah jumlahnya tidak kena pajak penghasilan,” tulis lembaga pemikir itu dalam OECD Economic Surveys: Indonesia November 2024. Laporan tersebut juga menyarankan penyesuaian tarif pajak untuk kelompok berpenghasilan tinggi guna meningkatkan pendapatan negara.

PTKP adalah jumlah penghasilan yang tidak dikenakan pajak. Dengan menurunkan PTKP, OECD mendorong agar lebih banyak orang masuk dalam kategori wajib pajak. Langkah ini diyakini dapat menghasilkan tambahan pendapatan negara hingga Rp200 triliun. Sementara itu, pemerintah memilih untuk meningkatkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi sebesar 35% bagi mereka yang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp5 miliar, yakni bagi kalangan kaya.

Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute, berpendapat bahwa pemerintah sebaiknya lebih fokus pada pemaksimalan pajak dari kelompok berpenghasilan tinggi daripada menurunkan PTKP. Hal ini dianggap sebagai alternatif yang lebih efektif dibandingkan dengan mengurangi ambang batas PTKP. “Keputusan pemerintah lebih rasional karena [memajaki orang kaya] dapat meningkatkan penerimaan pajak lebih signifikan dari penurunan PTKP,” katanya, Kamis (28/11/2024).

Laporan OECD juga menekankan pentingnya reformasi dalam sistem administrasi pajak untuk meningkatkan pendapatan negara. Dalam laporan tersebut, OECD memperkirakan bahwa perbaikan dalam administrasi pajak bisa meningkatkan penerimaan hingga 1% dari Produk Domestik Bruto (PDB), yang setara dengan sekitar Rp208,9 triliun berdasarkan PDB 2023.

Direktorat Jenderal Pajak saat ini tengah mempersiapkan peluncuran Core Tax Administration System (CTAS) pada 2025, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sistem perpajakan melalui digitalisasi dan integrasi data.

Untuk mendukung implementasi sistem ini, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 81/2024, yang mencakup fitur pengisian otomatis data pajak. Langkah ini diharapkan dapat memperbaiki kepatuhan wajib pajak dan mengoptimalkan penerimaan negara.

Sumber : Dilema Pajak Kelas Menengah, PTKP Turun atau PPN Naik jadi 12%?

Recent Posts

Penerimaan Pajak Kripto di Indonesia Tembus Rp1,09 Triliun

IBX-Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa penerimaan pajak dari transaksi mata uang kripto di Indonesia mencapai Rp620,4 miliar hingga akhir tahun 2024. Sejak diberlakukannya pajak kripto pada tahun 2022, total penerimaan telah terkumpul sebesar Rp1,09 triliun dalam kurun waktu 2,5 tahun. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset

Read More »

Semua PKP Dapat Membuat Faktur Pajak di Aplikasi Lama? Begini Rinciannya

IBX-Jakarta. Perkembangan sistem administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi, terutama dengan diluncurkannya Coretax sebagai sistem inti administrasi perpajakan pada Januari 2025. Namun, implementasi Coretax di awal tahun 2025 menuai sejumlah keluhan dari wajib pajak, terutama terkait kendala teknis dalam penerbitan faktur pajak elektronik. Banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengeluhkan lambatnya proses,

Read More »