IBX – Jakarta. Salah satu seniman seni rupa Indonesia yang karyanya mendunia, I Nyoman Masriadi, telah dikenal luas melalui lukisan-lukisannya yang menggambarkan figur manusia dengan gaya besar dan ekspresif. Karya-karyanya, seperti “The Man from Bantul”, bukan hanya mengundang kekaguman di dunia seni internasional, tetapi juga membuka ruang diskusi tentang nilai seni dan pajak yang dikenakan pada karya-karya tersebut. Namun, di balik kesuksesan globalnya, banyak seniman seperti Masriadi yang harus menghadapi tantangan terkait kewajiban pajak atas penghasilan yang mereka peroleh dari karya seni.
Bagi seniman, ada beberapa jenis pajak yang relevan berdasarkan penghasilan yang diterima. Salah satunya adalah PPh Pasal 25 atau PPh Final UMKM sesuai dengan PP 55 Tahun 2022. Jika seniman memiliki NPWP dan penghasilan bruto tahunan di bawah Rp 500 juta, maka mereka tidak perlu membayar pajak atas penghasilan tersebut. Namun, jika penghasilan bruto melebihi Rp 500 juta, maka tarif pajaknya adalah 0,5% dari penghasilan bruto tersebut.
Selain itu, ada juga PPh Pasal 21 yang berlaku apabila seniman menerima pembayaran dari perusahaan atau instansi, seperti saat menjadi narasumber, mengisi workshop, atau mengikuti pameran. Dalam hal ini, lembaga atau instansi yang membayar akan langsung memotong 5% dari penghasilan bersih (netto), sehingga seniman tidak perlu melakukan pemotongan pajak sendiri.
Terakhir, untuk seniman yang menjual karya seni dalam skala besar dan berpenghasilan di atas Rp 500 juta, mereka wajib mengenakan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sebesar 11% pada harga jual kepada pembeli.


