Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa penerapan tarif pajak minimum global sebesar 15% tidak akan langsung dilaksanakan, meskipun negara ini memiliki ambisi untuk menjadi anggota OECD yang mengusulkan kebijakan tersebut. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menjelaskan bahwa proses Indonesia untuk bergabung dengan OECD masih berada pada tahap awal, yaitu penyerahan Initial Memorandum pada awal 2025.
Initial Memorandum adalah dokumen yang harus disampaikan oleh negara calon anggota untuk mengevaluasi keselarasan regulasi, kebijakan, dan praktik mereka dengan standar OECD. Susiwijono menyatakan bahwa dokumen ini baru akan diserahkan, dan proses evaluasi oleh OECD akan dimulai pada awal tahun depan. Oleh karena itu, standar OECD belum bersifat mengikat di Indonesia meskipun ada rencana untuk menerapkan pajak minimum global.
Setelah evaluasi Initial Memorandum, pemerintah mungkin perlu menyesuaikan berbagai regulasi, termasuk yang berkaitan dengan perpajakan. Susiwijono menekankan bahwa perubahan undang-undang mungkin diperlukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut.
Proses penyesuaian ini, menurutnya, menjadi tantangan bagi beberapa negara dalam aksesinya ke OECD, termasuk Brazil yang menghadapi hambatan dalam proses tersebut. Meski demikian, ia menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk segera bergabung dengan OECD demi memperbaiki regulasi sesuai dengan standar internasional.
Ia juga mengungkapkan bahwa meskipun pemerintahan akan berganti pada 20 Oktober 2024 dari Presiden Joko Widodo ke Prabowo Subianto, proses ini akan tetap berlanjut.
“Secara resmi, kita sudah mendaftar, dan kebutuhan untuk reformasi serta melakukan perubahan memang harus dijalankan,” tegasnya.
“Ini adalah tahap kedua reformasi setelah kita melakukan perubahan regulasi dengan Undang-Undang Cipta Kerja. Sekarang fokus kita adalah pada implementasi. Kita harus terus melangkah, terutama dalam upaya mencapai Visi Indonesia Emas 2045,” jelas Susiwijono.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia telah merencanakan untuk segera menerapkan pajak minimum global atau global minimum tax (GMT) yang diusulkan oleh Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dengan tarif efektif minimum sebesar 15%.
Wakil Menteri Keuangan II, Thomas Djiwandono, menyatakan bahwa penerapan pajak minimum global di Indonesia berpotensi menambah pendapatan negara antara Rp 3,8 triliun hingga Rp 8,8 triliun.
“Berdasarkan analisis pemerintah, pelaksanaan pajak minimum global dapat menghasilkan penerimaan sekitar Rp 3,8 hingga Rp 8,8 triliun,” kata Thomas dalam sambutannya pada acara International Tax Forum 2024, yang dikutip pada Rabu, (25/9/2024).
Thomas menjelaskan bahwa penerapan pajak minimum global sangat krusial mengingat perkembangan teknologi dan digitalisasi yang pesat. Perkembangan ini telah mengaburkan batas-batas negara, sehingga banyak perusahaan multinasional beroperasi di berbagai negara tanpa memiliki kehadiran fisik.
Kondisi ini membuat sistem perpajakan yang ada saat ini tidak mampu menarik pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut. Sementara itu, perusahaan multinasional, terutama yang bergerak di sektor teknologi, sering kali meraih keuntungan besar dari negara tempat mereka beroperasi.
“Hasilnya adalah ketidakseimbangan antara keuntungan yang mereka peroleh dan lokasi di mana mereka membayar pajak. Ini menyebabkan beberapa negara, khususnya negara berkembang, berada dalam posisi yang tidak menguntungkan,” ujarnya.
*Disclaimer
Sumber: Ambisi Jadi Anggota OECD, RI Siap Pungut Pajak Minimum 15%?