

IBX-Jakarta. Transfer pricing adalah salah satu isu perpajakan yang paling kompleks dan sering menjadi sorotan dalam praktik bisnis multinasional. Di balik kerumitan analisis harga transfer, terdapat satu elemen kritis yang sering menjadi sumber perselisihan: pemilihan tested party.
Ketika perusahaan multinasional kurang tepat dalam menentukan entitas yang tepat sebagai tested party, mereka tidak hanya berisiko menghadapi audit pajak yang panjang, tetapi juga mengundang konsekuensi finansial dan hukum yang merugikan.
Kemudian muncul pertanyaan, Bagaimana kriteria yang cocok suatu entitas diantara pihak – pihak yang bertransaksi afiliasi untuk dipilih sebagai tested party dalam menguji arm’s length principle?
“The choice of the tested party should be consistent with the functional analysis of the transaction. As a general rule, the tested party is the one to which a transfer pricing method can be applied in the most reliable manner and for which the most reliable comparables can be found, i.e. it will most often be the one that has the less complex functional analysis.”
Dari paragraf 3.18 OECD TP Guidelines di atas dapat dimengerti bahwa terdapat beberapa kriteria dalam pemilihan tested party. Pertama, Kesesuaian atas penerapan metode transfer pricing yang digunakan. Kedua, Keandalan atas ketersedian data. Ketiga, Memiliki fungsi yang lebih sederhana (lesscomplex functions). Pemilihan tested party-pun harus konsisten dengan analisis fungsional yang sudah dilakukan.
Dalam peraturan domestik, PMK Nomor 172 Tahun 2023 mengatur bahwa pihak yang diuji (tested party) memiliki fungsi, aset, dan risiko yang lebih sederhana dengan mempertimbangkan beberapa hal. Sepertinya dalam bunyinya,
“Pihak yang diuji indikator harganya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merupakan pihak dalam Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa yang memiliki fungsi, aset, dan risiko yang lebih sederhana dengan mempertimbangkan:
- penerapan metode penentuan harga transfer; dan
- ketersedian data”
Dalam peraturan domestik yang lain mengatur juga terkait pemilihan tested party ini. Hal ini dapat dilihat pada lampiran dari peraturan dirjen pajak nomor PER-22/PJ/2013 yang berbunyi,
“Pemilihan tested party dilakukan berdasarkan analisis fungsi yang telah dibuat dan keandalan data/bukti/keterangan serta fakta yang diperoleh dalam pemeriksaan. Pemeriksa Pajak dapat memilih Wajib Pajak yang sedang diperiksa (audited party) sebagai pihak yang diuji (tested party). Pemeriksa Pajak juga dapat memilih lawan transaksi dari Wajib Pajak yang sedang diperiksa sebagai pihak yang diuji (tested party). Pada umumnya, yang dipilih sebagai pihak yang diuji (tested party) adalah pihak yang memiliki fungsi yang lebih sederhana (lesscomplex functions) dan tidak memiliki unique/valuable intangible property.
Dari peraturan di atas dapat dilihat bahwasanya dari peraturan internasional dengan peraturan domestik menganut prinsip yang sama seperti keseuaian atas penerapan metode trasfer pricing yang digunakan, keandalan atas ketersedian data, dan lesscomplex functions.
Artinya pihak pihak yang nanti akan diuji (tested party) harus sesuai dengan penerapan metode transfer pricing-nya, keandalan dalam ketersedian datanya, dan memiliki fungsi yang lebih sederhana dibandingkan dengan lawan transaksinya. Terdapat tambahan pula pada peraturan domestik yaitu “tidak memiliki unique/valuable intangible property.”
*Disclaimer*
Sumber: OECD TP Guidelines 2022; PMK Nomor 172 Tahun 2023; PER-22/PJ/2013