Intercounbix Indonesia

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

Bahlil Sebut Pajak Minimum Global 15% Cuma Akal-akalan Barat

IBX-Jakarta. Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia meminta implementasi Global Minimum Tax (GMT) atau pajak minimum global dikaji kembali. Pasalnya, penerapan GMT hanya akan menguntungkan negara-negara tertentu, khususnya negara maju yang daya saing investasinya lebih kuat.

“Dengan adanya ketentuan tax minimum global tadi, maka akan mempengaruhi insentif investasi. Dari kesepakatan tadi memutuskan ini butuh kajian ulang. Jangan sampai ini diimplementasikan kemudian menguntungkan satu kelompok negara tertentu. Ini kita nggak mau,” ujar Bahlil sebagai Ketua AIA (ASEAN Investment Area) Council dalam ASEAN Economic Ministers’ (AEM) Meeting, di Semarang, dikutip Minggu (20/8/2023).

Bahlil menganggap kebijakan GMT akan memaksakan negara-negara berkembang untuk kirim bahan baku ke negara-negara maju. Sehingga GMT ini tidak lebih dari akal-akalan negara-negara maju.

“Ilmu ini (akal-akalan) kita sudah paham. Jangan lagi anggap kita tak paham,” ucap Bahlil.

Bahlil mengatakan, penerapan GMT saat ini belum apple to apple antara negara maju dan berkembang. Negara maju harus membuka ruang bagi negara berkembang untuk menarik investasi untuk mencapai kemajuan.

“Kita ingin agar negara maju juga harus memberikan ruang bagi negara berkembang untuk mempercepat penyesuaian dirinya sehingga ketika penerapan tax income global, sudah apple to apple,” tegas Bahlil.

Untuk menarik investasi, kata dia, negara berkembang saat ini masih membutuhkan pemanis. Sehingga kebijakan perpajakan negara maju tak bisa dipukul rata dengan negara berkembang.

Dikatakan Bahlil, bila GMT diterapkan terlalu dini maka akan mengganggu program hilirisasi yang sedang digalakkan pemerintah. Sebab, investor negara maju akan kembali berinvestasi ke negara asal mereka.

“Tax minimum global yang 15% itu maka mau tidak mau negara berkembang yang lagi mendorong hilirisasi, akan mengalami hambatan besar sebab pemilik modal yang punya teknologi dan menanamkan modal itu kemudian akan berinvestasi di negara mereka,” papar Bahlil.

Senada dengan pernyataan Menteri Investasi, Menteri pada Kantor Perdana Menteri dan Menteri Keuangan dan Ekonomi II Brunei Darussalam Dato Dr. Amin Liew Abdullah menyatakan bahwa aturan GMT ini justru semakin tidak menyeimbangkan kondisi persaingan.

Menurutnya, berbagai skema insentif fiskal tersebut juga terus diasah agar efektif menarik investasi. “Ini yang akan menjadi salah satu fokus karena dunia sekarang juga mulai bertahap melaksanakan global taxation yang bertujuan untuk mengurangi berbagai insentif fiskal untuk mencegah race to the bottom,” katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, beberapa waktu lalu.

“Negara-negara berkembang masih perlu meningkatkan daya saing. Aturan GMT ini tidak hanya berdampak pada negara ASEAN saja, tapi juga ke negara berkembang lainnya. Kita perlu mempertimbangkan perbedaan kondisi tiap negara yang unik dan juga memastikan semua negara memiliki kesempatan yang sama dalam mengembangkan dan menciptakan pertumbuhan ekonominya masing-masing,” ucap Amin.

Berbeda dengan Bahlil, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut berbagai negara kini tengah bersiap menerapkan kesepakatan pajak minimum global. Sri Mulyani mengatakan Indonesia sejauh ini masih menggunakan insentif fiskal untuk meningkatkan daya saing investasi.

Sumber: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6885967/keras-bahlil-sebut-pajak-minimum-global-15-cuma-akal-akalan-barat
*Discliamer*
Recent Posts

Ekonom Sarankan Pertimbangan Variabel Ekonomi Sebelum Kenaikan Cukai Hasil Tembakau

IBX-Jakarta. Ekonom mengajukan beberapa variabel yang perlu dipertimbangkan pemerintah sebelum memutuskan kenaikan tarif cukai di masa depan. Candra Fajri Ananda, seorang guru besar di Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, berpendapat bahwa keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada 2025 dapat memberikan peluang lebih besar bagi industri tembakau

Read More »