Oleh: Affin Jaffar Umarovic
Komunikasi antar budaya terdiri dari semua bentuk komunikasi baik dalam maupun antar budaya. Konsep ini harus dipertimbangkan tidak hanya dalam hal perbandingan antar budaya tetapi juga dalam hal proses interaksi dan pertukaran antara budaya yang berbeda. Hal ini sesuai dengan yang ditunjukkan oleh Ladmiral dan Lipiansky (1989), istilah “Komunikasi antar budaya menyiratkan bahwa itu adalah budaya dan identitas yang bersentuhan”. Komunikasi antar budaya dapat dilihat sebagai “jalinan hubungan” yaitu sebuah kain yang dibuat oleh individu atau kelompok dari budaya yang berbeda di mana dijalin dari persepsi yang mereka miliki satu sama lain baik berupa nilai-nilai, kode, gaya hidup, maupun proses pemikiran milik budaya masing-masing.
Komunikasi antar budaya dapat lebih baik didefinisikan sebagai fenomena interaktif daripada yang melibatkan perbandingan antar budaya. Budaya yang dimaksud adalah kelompok sosial non-homogen yang berevolusi selamanya. Interaksi mereka seharusnya tidak hanya dilihat dalam kaitannya dengan serangkaian hubungan antar budaya tetapi juga sebagai proses dinamis di mana budaya-budaya tersebut didefinisikan baik melalui karakteristik mereka sendiri maupun melalui interaksi mereka dengan masing-masing budaya lain. Sebab itu, definisi ini mengambil kedua perspektif yaitu
- sistemik yang melibatkan sekumpulan hubungan antar individu
- dinamis yang mana interelasimnya dapat berubah
Model Komunikasi
Representasi skematik model dalam pendahuluan menekankan aktor yang terlibat dalam komunikasi, yaitu pengirim dan penerima. Ketika mereka berkomunikasi, tanpa sadar, mereka menggunakan kerangka acuan yang secara umum terdiri dari:
- Pengetahuan (subjek yang dibahas)
- Pengalaman (dalam istilah professional atau individual)
- Norma (aturan masyarakat di tempat mereka tinggal)
- Asumsi dan prasangka
Teori Komunikasi
Komunikasi membutuhkan bentuk dan isi. Akan tetapi, yang lebih penting dalam pertukaran pesan tersebut adalah interaksi, yakni hubungan antara orang yang berkomunikasi dan konteks komunikasi. Hal ini menentukan informasi yang dipertukarkan. Selanjutnya, informasi dalam pesan tidak memiliki nilai absolut, hal tersebut berdasar pada interpretasi karena interaksi itu sendiri. Itulah mengapa dalam komunikasi manusia dan bahkan lebih dalam komunikasi antar budaya pertanyaan mengenai interpretasi tetap penting (Donnadieu & Karsky, 2002).
Peran ”Konteks” dalam komunikasi
Konteks dapat didefinisikan sebagai lingkungan di mana proses komunikasi berlangsung dan yang membantu untuk membedakan komunikasi.
Menurut Hall dan Hall (1990), mendirikan kelompok budaya konteks tinggi dan rendah membuat adanya perbedaan yakni pada tingkat kepentingan dalam konteks pertukaran pesan.
Dalam budaya dengan konteks rendah, informasi terkandung dalam pesan itu sendiri yaitu kata-kata yang digunakan mengingat pesannya eksplisit. Dalam budaya dengan konteks tinggi, sebagian besar informasi terkandung dalam pesan yang sedang dikirim, yaitu di dalam hubungan dan situasi di mana orang-orang berkomunikasi dengan pesan yang implisit.
Bentuk Komunikasi dalam Praktik Bisnis
Banyak saluran komunikasi tersedia bagi para manajer. Surat elektronik (Electronic Mail/ E-mail), misalnya menjadi bentuk komunikasi tertulis yang paling umum di banyak perusahaan, e-mail ini digunakan untuk banyak tujuan baik secara eksternal maupun internal dari smartphone, tablet, atau komputer. Manajer dapat menulis e-mail untuk mengadakan rapat, memberi rekan kerja dan bawahan umpan balik dan instruksi, atau berkomunikasi dengan pelanggan/ klien. Namun, berberapa manajer lebih suka berkomunikasi dengan berbicara tatap muka dalam rapat. Hal ini mengakibatkan cara berkomunikasi langsung akhirnya melibatkan penggunaan elemen komunikasi non-verbal, seperti gerak tubuh, nada suara, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh secara umum.
Hubungan manajemen tatap muka membawa kita pada pertanyaan pertemuan bisnis tatap muka. Apa pun bahasa yang dipilih, pertemuan terjadi dalam situasi dan konteks yang mungkin saja berbeda dari harapan, termasuk kepada lawan bicara. Hal ini menyebabkan tekanan perbedaan norma sosial yang dapat menganggu hubungan komunikatif apabila tidak bisa diselesaikan.
Setiap budaya memiliki caranya yang berbeda-beda dalam pertemuan pertama. Mode formalitas menunjukkan kecenderungan terhadap budaya yang bersangkutan secara refleks. Awal dari sebuah pertemuan dapat menunjukkan perbedaan yang jelas meskipun itu terjadi dalam bahasa yang dipakai sama.
Jika hubungan bisnis berkembang, beberapa jenis mode komunikasi yang dinegosiasikan dapat dibentuk.
Konteks yang terlibat memainkan peran di mana peran ini menentukan, mendengarkan, dan memahami percakapan. Ketiga hal tersebut menjadi elemen penting percakapan, terlebih dalam memahami, tidak hanya sekedar dipahami melankan evaluasi dari apa yang sedang dikatakan. Tiga elemen tersebut, alih-alih menggangu satu sama lain, tentu akan memudahkan proses pemahaman karena membantu dalam mengajukan pertanyaan untuk memeriksa pemahaman.
**Disclaimer**