IBX – Jakarta. Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) melaporkan bahwa kinerja industri minuman siap saji dalam kemasan masih mengalami tekanan cukup berat. Kondisi ini menjadi dasar pandangan bahwa penerapan cukai minuman berpemanis dalam kemasan atau MBDK pada 2026 dinilai masih belum sepenuhnya siap dterapkan oleh pelaku usaha.
Rencana implementasi cukai MBDK sendiri telah ditetaskan melalui RAPBN 2026. Ketua Umum Asrim, Triyono Prijosoesilo, menyatakan tidak terkejut dengan kebijakan tersebut, mengingat isu serupa sudah masuk ke dalam APBN beberapa tahun terakhir meski tak kunjung direalisasi oleh pemerintah.
Menurut Triyono, cukai MBDK justru berpotensi menambah beban industri yang pada akhirnya pembebanan akan dtieruskan kepada konsumen atau masyarakat. Kenaikan harga produk diperkirakan memicu penurunan penjualan. Ia mencontohkan, pertumbuhan industri sejak 2023 terus melemah: dari sekitar 3,1% di 2023, menurun menjadi 1,2% pada 2024, hingga terkontraksi -1,3% pada kuartal I/2025. “Hal ini perlu menjadi perhatian bersama, termasuk pemerintah,” ungkapnya (Bisnis, Rabu 20/8/2025).
Triyono menilai implementasi kebijakan cukai MBDK hanya sebatas menambah insturmen pajak baru untuk menaikkan tax ratio terhadap PDB (Produk Domestik Bruto). Seperti yang sudah diberitakan oleh berbagai media, ia mengibaratkan kebijakan fiskal tersebut seperti “berburu di kebun binatang,” sebab targetnya adalah perusahaan yang selama ini sudah patuh pada kewajiban perpajakan. Lebih jauh, ia menekankan bahwa pengalaman sejumlah negara menunjukkan cukai minuman manis tidak efektif menurunkan prevalensi penyakit akibat konsumsi gula berlebih.
Studi Kasus Malaysia dan Thailand
Beberapa negara di Asia Tenggara dikeatuhi sudah menerapkan kebijakan cukai MBDK, yaitu Malaysia dan Thailand dengan sugar-sweetened beverage (SSBs) tax-nya.
Malaysia telah berupaya menekan obesitas melalui SSBs yang diusulkan sejak 2014 dan berlaku pada 2019 dengan tarif sebesar RM0,40 per liter. Namun, lonjakan kasus obesitas dan penyakit yang terkait dengan konsumsi gula berlebih, menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan ini masih kurang efektif (Sritharan, et al. 2024).
Adapun Thailand menerapkan kebijakan serupa yang dimulai dari Oktober 2019 lalu, dengan tarif treshold yang sudah dinaikkan hingga saat ini, yaitu sebesar 0,30 – 5 Baht per liter. Penelitian yang dilakukan oleh Suriya, S., Torut, B. (2025), mengungkapkan bahwa tingkat persepsi dan pemahaman masyarakat ada di angka 6,75% sedangkan tingkat kesadaran serta kepatuhan pajak hanya sebear 2,83%. Hal ini menunjukkan bahwa SSBs memiliki dampak yang terbatas dalam meningkatkan kesadaran konsumen serta mendorong perubahan perilaku menuju pengurangan konsumsi gula berlebih. Adanya temuan ini mengindikasikan perlunya penelitian lebih lanjut melalui studi kualitatif untuk mengeksplorasi alasan mendasar di balik rendahnya efektivitas kebijakan tersebut.
Upaya Pemerintah Indonesia
Pemerintah Indonesia menargetkan penerimaan cukai MBDK sebesar Rp3,8 triliun dalam RAPBN 2026. Kebijakan ini masuk dalam agenda ekstensifikasi barang kena cukai sekaligus bertujuan mengendalikan konsumsi produk yang berdampak negatif pada kesehatan. Namun, otoritas fiskal juga mengakui adanya potensi risiko, khususnya dari sisi kesiapan pelaku usaha dan rantai distribusi. Di samping itu, pemerintah dituntut mampu meningkatkan kesadaran publik mengenai bahaya konsumsi gula berlebih terhadap kesehatan.
Sumber: Produsen Belum Siap Penerapan Cukai Minuman Manis pada 2026