Oleh: Maskudin
Dividen merupakan salah satu penghasilan yang dikenai pajak sebagaimana yang tertuang dalam UU PPh pasal 4 ayat 1 huruf g yaitu: “Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk: dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis”.
Penjelasan pasal tersebut menjelaskan bahwa dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi. Termasuk dalam pengertian dividen adalah:
- pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apapun;
- pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
- pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
- pembagian laba dalam bentuk saham;
- pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
- jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
- pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan secara sah;
- pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
- bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
- bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
- pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian maka selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dan tingkat bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
***Disclaimer***