IBX-Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum berencana memanggil vendor yang bertanggung jawab atas pengembangan Sistem Inti Perpajakan (Coretax), meskipun muncul dugaan korupsi dalam proyek tersebut. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerima laporan terkait proyek senilai Rp1,3 triliun ini, sementara sistem yang diluncurkan pada 1 Januari 2025 terus mendapat sorotan akibat gangguan teknis yang belum terselesaikan.
Ketua Komisi XI DPR, Misbakhun, dalam pernyataannya di Kementerian Keuangan pada Kamis (20/2/2025), menegaskan bahwa DPR belum pernah memanggil vendor dan tidak memiliki rencana untuk melakukannya dalam waktu dekat. DPR memberikan kesempatan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengoperasikan Coretax secara optimal, asalkan tidak mengganggu penerimaan negara.
Akibat berlanjutnya kendala teknis pada sistem tersebut, kini Pengusaha Kena Pajak (PKP) diizinkan kembali menggunakan aplikasi e-Faktur Desktop untuk menerbitkan faktur pajak.
Misbakhun menegaskan bahwa Komisi XI akan tetap mengawasi dan menilai secara berkala pelaksanaan Coretax.
“Maka kita beri kesempatan silahkan kepada Dirjen Pajak, mau hybrid, mau pakai Coretax, mau pakai sistem IT model apapun, yang penting penerimaan negara jangan terganggu. Pesan Komisi XI cuma itu,” Jelas Misbakhun.
Berdasarkan informasi dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, LG CNS-Qualysoft Consortium terpilih sebagai pemenang dalam pengadaan sistem informasi Coretax dengan nilai proyek sebesar Rp1.228.357.900.000 (termasuk pajak). Perusahaan yang berlokasi di Jakarta ini bertanggung jawab dalam menyediakan solusi Commercial Off The Shelf (COTS) untuk Sistem Inti Administrasi Perpajakan serta mengimplementasikannya.
Secara umum, COTS merujuk pada produk perangkat lunak berbentuk paket aplikasi, subsistem, atau modul yang telah dirancang sesuai standar proses bisnis tertentu dan tersedia secara luas di pasar, sehingga dapat digunakan dengan sedikit modifikasi. LG CNS-Qualysoft Consortium akan menghadirkan sistem informasi baru yang menggantikan sistem lama yang telah digunakan Direktorat Jenderal Pajak sejak 2002 dan kini dianggap sudah usang.
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) sebelumnya telah melaporkan dugaan korupsi dalam proyek pengadaan aplikasi sistem administrasi pajak Coretax. Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek yang dijalankan Direktorat Jenderal Pajak untuk tahun anggaran 2020—2024.
Rinto menjelaskan bahwa indikasi awal adanya korupsi terlihat dari banyaknya fitur dalam aplikasi senilai lebih dari Rp1,3 triliun yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya setelah diluncurkan. Hal ini dianggap janggal, mengingat Coretax diklaim sebagai sistem yang sangat canggih dengan biaya yang sangat besar. Selain itu, ia juga menyoroti keputusan yang mengizinkan wajib pajak besar untuk tetap menggunakan sistem pajak lama, yang semakin menimbulkan tanda tanya.
Sumber: Dugaan Korupsi Coretax, DPR Sebut Belum Ada Rencana Panggil Vendor