IBX- Jakarta. Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Bursa Efek Indonesia (BEI) secara resmi meluncurkan perdagangan internasional Unit Karbon Indonesia melalui Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) di Main Hall BEI pada 20 Januari 2025. Acara ini menjadi tonggak bersejarah dalam pengembangan perdagangan karbon di Indonesia.
Pelaksanaan perdagangan internasional Unit Karbon Indonesia yang pertama ini mencerminkan komitmen Indonesia pasca COP 29 serta merupakan langkah nyata dalam penerapan Pasal 6 Perjanjian Paris. Selain itu, momen ini juga menjadi bagian dari upaya percepatan penyampaian Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) ke-2 Indonesia, yang harus diserahkan paling lambat pada 10 Februari 2025.
Untuk memastikan ekosistem karbon yang transparan, berintegritas tinggi, inklusif, dan adil, pemerintah telah memperkuat berbagai elemen utama dalam sistem perdagangan karbon, di antaranya:
- Sistem Registri Nasional (SRN),
- Pengukuran, Pelaporan, dan Verifikasi (MRV),
- Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK), serta
- Otorisasi dan Penyesuaian yang Sesuai (CA) dalam perdagangan karbon internasional.
Indonesia kini siap menggelar perdagangan karbon internasional dengan total 1.780.000 ton CO₂e unit karbon yang telah terotorisasi. Unit karbon ini bersumber dari sektor energi, termasuk pengoperasian PLTGU Priok Blok 4 berbahan bakar gas bumi, konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle di PLTGU Grati Blok 2 dan Blok 2 PLN NP UP Muara Tawar, serta pengoperasian PLTM Gunung Wugul dan PLTGU PJB Muara Karang Blok 3.
Sejak pertama kali diluncurkan pada 26 September 2023, perdagangan di IDXCarbon mengalami perkembangan yang pesat. Hingga akhir 2024, jumlah peserta terdaftar sebagai pengguna layanan bursa karbon meningkat signifikan, dari hanya 16 peserta pada saat peluncuran menjadi 100 peserta. IDXCarbon juga telah mencapai tonggak sejarah dengan mencatat perdagangan kumulatif lebih dari satu juta ton unit karbon.
Keberhasilan perdagangan karbon internasional tidak hanya bergantung pada regulasi pemerintah, tetapi juga membutuhkan kerja sama erat antara berbagai pihak, termasuk negara lain, sektor swasta, lembaga keuangan, filantropi, dan perbankan. Perdagangan karbon pada dasarnya merupakan upaya kolektif yang memerlukan koordinasi dan sinergi dari seluruh pemangku kepentingan.
Sumber: Inauguration of Indonesia International Carbon Trading