

IBX-Jakarta. Istilah Pigouvian Tax berasal dari nama Arthur Pigou, seorang ekonom Inggris yang mengembangkan konsep eksternalitas pada tahun 1920-an. Eksternalitas sendiri merupakan efek dari suatu kegiatan ekonomi yang memengaruhi kesejahteraan pihak ketiga yang tidak terlibat dalam kegiatan tersebut.
Menurut Arthur, eksternalitas dapat bersifat positif dan negatif. Eksternalitas positif merupakan manfaat tambahan yang diperoleh tanpa harus membayar, sedangkan eksternalitas negatif merupakan biaya tambahan yang ditanggung tanpa mendapat kompensasi.
Arthur juga berpendapat bahwa eksternalitas negarif merupakan bentuk kegagalan pasar, karena harga pasar yang tidak mencerminkan biaya sosial penuh dari kegiatan ekonomi. Untuk itu perlu adanya instrumen perpajakan untuk mengakomodir eksternalitas negatif dari suatu kegiatan ekonomi (Pigouvian Tax).
Pigouvian Tax merupakan pajak yang dikenakan atas kegiatan ekonomi yang menghasilkan eksternalitas negatif, seperti polusi udara, pencemaran lingkungan dan perubahan iklim. Penerapan pigouvian tax bertujuan untuk mengurangi overconsumtion yang merugikan bagi masyarakat dan menyubsidi inisiatif program untuk mengatasi eksternalitas negatif yang timbul dalam masyarakat.
Di Indonesia sendiri kebijakan pigouvian tax sudah banyak diterapkan diantaranya adalah pengenaan pajak atas pemanfaatan air tanah, pengenaan pajak atas rokok, dan pengenaan pajak atas karbon (CO2). Kebijakan ini bertujuan untuk memasukkan biaya tambahan yang ditimbulkan oleh eksternalitas negatif untuk mengurangi overconsumption yang dapat merugikan masyarakat