Oleh : Maskudin
Dalam pengujian kewajaran dan kelaziman usaha setidaknya terdapat beberapa metode sebagai berikut :
- Metode Perbandingan Harga antar Pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa (Comparable Uncontrolled Price/CUP);
- Metode Harga Penjualan Kembali (Resale Price Method/RPM);
- Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method);
- Metode Pembagian Laba (Profit Split Method/PSM);
- Metode Laba Bersih Transaksional (Transactional Net Margin Method/TNMM).
Dari kelima metode di atas jika ditinjau dari ketepatan transaksi afiliasi, masing-masing metode paling tepat untuk menguji di tingkat:
Dalam pembahasan kali ini penulis coba uraikan sedikit tentang Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method).
Pengertian Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method)
Pasal 11 ayat (4) Per-32/PJ/2011
Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) adalah metode Penentuan Harga Transfer yang dilakukan dengan menambahkan tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan yang sama dari transaksi dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa atau tingkat laba kotor wajar yang diperoleh perusahaan lain dari transaksi sebanding dengan pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa pada harga pokok penjualan yang telah sesuai dengan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
Menurut OECD
The cost plus method begins with the costs incurred by the supplier of property (or services) in a controlled transaction for property transferred or services provided to an associated purchaser. An appropriate cost plus mark-up is then added to this cost, to make an appropriate profit in light of the functions performed and the market conditions…. (OECD TPG par 2.45)
The cost plus mark-up of the supplier in the controlled transaction should ideally be established by reference to the cost plus mark-up that the same supplier earns in comparable uncontrolled transactions (“internal comparable”). In addition, the cost plus mark-up that would have been earned in comparable transactions by an independent enterprise may serve as a guide (“external comparable”) (OECD TPG par 2.46)
Pasal 13 ayat 5 PMK-22/PMK.03/2020
Metode biaya-plus (Cost Plus Method) dilakukan dengan menambahkan laba kotor wajar pabrikan atau penyedia jasa terhadap harga pokok penjualan barang atau jasa, dan sesuai untuk Karakteristik yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dan karakteristik usaha para yang bertransaksi sebagai berikut :
- Transaksi yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa dilakukan dengan melibatkan pabrikan atau penyedia jasa yang membeli bahan baku atau faktor produksi lainnya dari pihak yang independent atau dari Pihak Afiliasi dengan harga yang telah memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha; dan
- Pabrikan atau penyedia jasa tidak menanggung risiko bisnis yang signifikan dan tidak memiliki kontribusi untuk dan bernilai terhadap Transaksi yang diperngaruhi hubungan istimewa.
Kondisi Penerapan Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method)
Kondisi yang tepat dalam menerapkan Metode Biaya-Plus (Cost Plus Method) berdasarkan Pasal 11 ayat (11) Per-32/PJ/2011 antara lain adalah:
- barang setengah jadi dijual kepada pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa;
- terdapat kontrak/perjanjian penggunaan fasilitas bersama (joint facility agreement) atau kontrak jual-beli jangka panjang (long term buy and supply agreement) antara pihak-pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa; atau
- bentuk transaksi adalah penyediaan jasa.
Jika digambarkan dengan skema Metode Biaya Plus (C+) sebagai berikut:
Penjelasan:
- PT EH dan DH Ltd di negara X yang mempunyai hubungan afiliasi.
- PT EH membeli bahan baku atau produksi lainnya dari pihak Independen atau Pihak Afiliasi dengan harga telah memenuhi dengan harga yang memenuhi Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha.
- Atas bahan beli bahan baku dan produksi lainnya pada poin “b” dihasilkan produk R-c1 dan dijual kepada DH Ltd di negara X pihak yang mempunyai hubungan istimewa.
- Permasalahannya adalah apakah harga jual produk R-c1 kepada DH Ltd adalah wajar ?
Untuk menentukan kewajaran tersebut harus dicari persentase laba kotor pembanding baik internal maupun eksternal.
Dalam penerapan metode C+, gross mark up yang diperoleh pemasok dibandingkan dengan gross mark up yang diperoleh pemasok tersebut dlm transaksi independen yang sebanding (pembanding internal) atau gross mark-up yg seharusnya diperoleh perusahaan independen dalam transaksi independen yg sebanding (pembanding eksternal).
Pembanding Internal
Jika menggunakan pembanding internal, maka gross mark-up yang diperoleh oleh pabrikan atau penyedia jasa dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa diperbandingkan dengan gross mark-up yang diperoleh oleh pabrikan atau penyedia jasa dalam transaksi yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa.
The cost plus mark-up of the supplier in the controlled transaction should ideally be established by reference to the cost plus mark-up that the same supplier earns in comparable uncontrolled transactions (“internal comparable”). OECD TPG 2017 par 2.46
Melanjutkan contoh skema transaksi pada pembahasan sebelumnya berikut penggunaan pembanding internal dengan Metode Cost Plus (sedikit modifikasi dari SE-50/PJ/2013).
PT EH, pabrikan mesin pertanian (menggunakan teknologi dari induk perusahaan) menjual produk R-c1 melalui DH Ltd., pihak afiliasinya di negara X. Selain itu, PT EH juga menjual produk R-c2 ke FH Ltd., distributor independen di negara Y.
Skema transaksi sebagai berikut :
Analisis kesebandingan atas transaksi diatas sebagai berikut :
Dari hasil analisis kesebandingan diatas tidak ada perbedaan kesebandingan antara transaksi penjualan ke DH Ltd dengan penjualan ke FH Ltd sehingga dapat disimpulkan bahwa penjualan ke FH Ltd. merupakan pembanding internal yang andal. Transaksi penjualan ke FH Ltd. didapat informasi bahwa secara material berpengaruh terhadap gross mark-up, sehingga atas perbedaan gross mark-up tersebut dapat langsung dilakukan koreksi.
Pembanding Eksternal
Jika menggunakan pembanding eksternal, maka gross mark-up yang diperoleh pabrikan atau penyedia jasa dalam transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa diperbandingkan dengan gross mark-up yang seharusnya diperoleh pabrikan atau penyedia jasa dalam transaksi yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa yang sebanding.
In addition, the cost plus mark-up that would have been earned in comparable transactions by an independent enterprise may serve as a guide (“external comparable”). OECD TPG 2017 par 2.46
Sesuai bagan diatas Markup PT EH akan dibandingkan dengan gross markup perusahaan independen yaitu perusahaan pembanding eksternal. Saat ini dimana keterbukaan informasi sangat luas sangat dimungkinkan penggunaan sumber data keuangan perusahaan. Namun demikian sangat sulit untuk mengidentifkasi fungsi, asset dan risiko dari perusahaan pembanding secara tepat yang diambil dari sumber data komersial yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada kerentanan terjadinya kesalahan pemilihan pembanding sehingga pemilihan pembanding perlu hati-hati dan mungkin perlunya dilakukan penyesuaian yang tepat dan akurat.
Contoh Kasus Metode C+ Pembanding Eksternal :
PT EH pada tahun 2019 memperolah gross mark-up sebesar 9,30%. PT EH merupakan tested party.
Untuk tahun 2019 laporan laba rugi PT EH sebagai berikut :
Berdasarkan pencarian pembanding 2017 di database komersial didapatkan 6 (enam) pembanding sebagai berikut :
Berdasarkan data diatas gross mark-up menurut Pemeriksa adalah 12,40% dan terdapat koreksi gross mark-up sebesar 3,10% (12,40% – 9,30%) sehingga gross mark-up menurut Pemeriksa adalah Rp 10.591.380.794 (12,40% X Rp 85.414.361.240).
Perhitungan koreksi penjualan menurut Pemeriksa adalah sebagai berikut :
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode C+ (SE-50/PJ/2013) :
- Dalam metode biaya-plus, perbedaan pada karakteristik barang dan jasa umumnya tidak memiliki pengaruh material terhadap gross mark-up.
- Kesebandingan atas fungsi, asset dan risiko antara transaksi afiliasi dan transaksi independent lebih ditekankan dibandingkan dengan kesebandingan atas karakteristik barang dan jasa. Perbedaan risiko yang signifikan mencerminkan perbedaan remunerasi yang diharapkan (expected return).
- Harus memastikan kesebandingan biaya, konsistensi struktur biaya menjadi aspek penting karena terdapat kemungkinan adanya perbedaan perlakuan akuntansi pada setiap negara bahkan antar perusahaan dalam negara yang sama.
- Faktor kesebandingan lainnya seperti kontrak, strategi bisnis serta keadaan ekonomi harus diperhatikan.
***Disclaimer***