Perkembangan Artificial Intelligence (AI) mendorong banyak negara di dunia untuk berinvestasi pada industri AI, tak terkecuali Amerika Serikat. Aktivitas investasi tersebut direncanakan oleh Amerika Serikat dengan berfokus pada pusat data AI. Pusat data tersebut nantinya akan berperan sebagai rumah bagi server yang akan menyediakan aplikasi dan layanan AI dimana kegiatan operasionalnya akan melibatkan kemampuan energi dan pendinginan melalui energi listrik.
Dalam mendukung industri AI tersebut, U.S Energy Information Administration (EIA) akan membuat program untuk menutup beberapa pembangkit listrik di tahun 2025 dengan perkiraan kapasitas energi yang akan mati sebesar 12,3 gigawatt. Program tersebut dipicu dari adanya tekanan finansial dimana tahun 2013 – 2022, 13 reaktor tenaga nuklir ditutup serta menangguhkan pembangunan reaktor lainnya.
Atas kebutuhan energi yang semakin besar, industri nuklir di Amerika Serikat kembali dilirik sebagai salah satu solusi. Merespon keadaan tersebut, pemerintah AS akhirnya memanfaatkan insentif fiskal berupa pemberian kredit pajak untuk memperpanjang usia reaktor dan mendorong pembangunan.
Melalai One Big Beautiful Bill Act (BBB), Donald Trump memperpanjang paket pemotongan pajak sekaligus memberi insentif khusus untuk energi nuklir. Pemerintah memberikan dua jenis insentif utama, yaitu Production Tax Credit (PTC), yaitu dengan memberikan kredit pajak yang berlaku 10 tahun pertama operasi reaktor baru dan Investment Tax Credit (ITC), yaitu memberikan kredit pajak sebesar 30% dari biaya pembangunan reaktor.
Melalui dua skema tersebut, pemerintah AS berharap industri nuklir akan semakin berkembang sehingga investasi yang dilakukan di industri ini akan lebih masif.
Sumber: The Impact of The ‘One Big Beautiful Bill Act; On Nuclear Tax Incentives


