Pemerintah baru saja menerapkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 47/2024 yang mengatur akses informasi keuangan perpajakan. PMK Nomor 47/2024 tentang Perubahan Ketiga atas PMK No.70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan tersebut secara resmi berlaku sejak Selasa, (6/8/2024).
Dengan peraturan ini, pemerintah berhak mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang tidak bersikap kooperatif dalam pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Tujuan dari diterbitkannya peraturan tersebut adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum terhadap Lembaga Jasa Keuangan (LJK), LJK lainnya, dan/atau entitas lain di dalam menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan. Selain itu, peraturan ini juga digunakan sebagai pendorong pengaturan ketentuan anti penghindaran sesuai dengan standar pelaporan umum.
Di dalam peraturan tersebut, terdapat beberapa hal yang diatur, salah satunya pada Pasal 10A yaitu Menteri Keuangan mengatur bahwa lembaga keuangan pelapor tidak boleh melayani pembukaan rekening keuangan baru bagi orang pribadi dan/atau entitas serta transaksi baru terkait dengan rekening keuangan bagi pemilik rekening keuangan lama yang menolak untuk mematuhi prosedur identifikasi rekening keuangan.
Adapun layanan transaksi tersebut meliputi atas setoran, penarikan, transfer, pembukaan rekening, dan lainnya.
Terdapat pula dalam Pasal 30A yang mengatur bahwa setiap pihak, baik itu LJK maupun pimpinan dan/atau pegawai LJK, pemegang rekening, penyedia jasa, hingga pihak lain yang menghindari kewajiban akses informasi keuangan perpajakan.
Pada Pasal 30A ayat (1) disebutkan bahwa “dilarang melakukan kesepakatan dan/atau praktik dengan maksud dan tujuan untuk menghindari kewajiban sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan”.
Jika terdapat kesepakatan atau praktik yang bertujuan untuk menghindari kewajiban akses informasi keuangan perpajakan, maka kesepakatan atau praktik tersebut akan dianggap tidak sah. Pihak-pihak terkait tetap diharuskan untuk mematuhi PMK 47/2024.
Selanjutnya, berdasarkan temuan tersebut, Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan. Selain itu, pihak-pihak terkait dilarang untuk memberikan pernyataan palsu, menyembunyikan, atau mengurangi informasi yang seharusnya disampaikan kepada otoritas pajak.
Hal tersebut sebagaimana diatur pada Pasal 31 ayat (1a) PMK ini, bahwa “Berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak meminta klarifikasi kepada LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain dalam hal terdapat indikasi pelanggaran atas pemenuhan ketentuan Pasal 9 dan/atau Pasal 10”.
Lebih lanjut lagi pada Pasal 33 ayat (1a) dinyatakan bahwa “Dalam hal berdasarkan pemeriksaan ditemukan dugaan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan bukti permulaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan”.
Hal tersebut menegaskan bahwa jika tidak adanya sikap kooperatif yang diberikan, maka sesuai dengan PMK No.47 Tahun 2024 penghindaran informasi pajak tersebut dapat berujung pada tindak pidana.
Disclaimer:
Sumber: Penghindaran Informasi Pajak Bisa Kena Pidana, Ini Aturan Baru Kemenkeu soal AEoI