IBX-Jakarta. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta akhirnya angkat suara soal polemik pengenaan pajak hiburan terhadap sejumlah cabang olahraga, termasuk olahraga padel yang kini sedang naik daun. Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menyatakan bahwa olahraga padel dikenai pajak hiburan sebesar 10% karena tergolong dalam jasa kesenian dan hiburan sebagaimana tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda Nomor 257 Tahun 2025.
Padel, bersama 20 jenis olahraga lainnya seperti futsal, renang, dan tenis, masuk ke dalam daftar objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang bersumber dari pemanfaatan fasilitas olahraga berbayar. Sebaliknya, olahraga golf tidak termasuk dalam daftar tersebut karena telah lebih dulu dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 11%.
“Olahraga golf sudah dikenakan PPN 11%. Prinsip dasarnya, satu objek tidak boleh dikenai dua jenis pajak sekaligus. Maka dari itu, padel terkena pajak hiburan 10%, sedangkan golf dikenakan PPN,” ujar Pramono dalam konferensi pers, Senin (7/7/2025), dikutip dari 20detik.
Ia juga menambahkan, perdebatan soal padel muncul karena olahraga tersebut banyak dimainkan oleh kalangan menengah ke atas. “Terus terang, padel ini kan yang main rata-rata kelas menengah ke atas. Jadi saat dikenakan pajak, muncul pertanyaan: kenapa golf tidak kena? Padahal jelas ada pembeda dari sisi jenis pajaknya,” imbuhnya.
Pramono menegaskan bahwa pengenaan pajak hiburan terhadap padel bukan keputusan sepihak dari Pemprov, melainkan berdasarkan amanat regulasi pusat. “Kami hanya menjalankan aturan, bukan menetapkan inisiatif sendiri. Ini terakhir saya jelaskan, karena setiap ditanya soal padel, pasti muncul pertanyaan yang sama. Padahal padel 10%, golf 11%,” tegasnya.
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta, Yustinus Prastowo, juga turut menjelaskan bahwa pengenaan pajak terhadap fasilitas olahraga berbayar sudah berlangsung sejak lama. Menurutnya, objek seperti padel, futsal, dan tenis memang termasuk dalam kategori jasa hiburan yang telah dikenai pajak sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Melalui unggahan di akun X pribadinya (@prastow), Prastowo menuliskan bahwa ketentuan tersebut berlaku merata di seluruh daerah, bukan hanya di Jakarta. Bahkan, pajak hiburan sejatinya sudah dikenal sejak tahun 1997 melalui UU Nomor 19 Tahun 1997.
Lebih lanjut, UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memperbarui klasifikasi jenis pajak daerah, termasuk PBJT. Kategori jasa hiburan dan kesenian masuk sebagai objek pajak dengan tarif yang bervariasi, disesuaikan dengan sifat hiburan tersebut.
“Jenis hiburan yang bersifat mewah dikenakan tarif tinggi, antara 40% hingga 75%. Tapi untuk hiburan yang dikonsumsi masyarakat umum seperti olahraga permainan, tarifnya hanya 10%, bahkan lebih rendah dari PPN,” jelas Prastowo.
Aturan ini dipertegas dalam Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 yang menyebut bahwa olahraga permainan mencakup sewa ruang dan perlengkapan olahraga, seperti gym, lapangan futsal, lapangan tenis, dan kolam renang. SK Kepala Bapenda No. 257 Tahun 2025 lalu menjadi dasar pemutakhiran daftar cabang olahraga yang menjadi objek PBJT.
Sumber: Detik Finance


