![](https://intercounbix.com/wp-content/uploads/2024/05/OIP.jpg)
![](https://intercounbix.com/wp-content/uploads/2024/05/OIP.jpg)
IBX-Jakarta. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan evaluasi atas kebijakan insentif yang diberikan kepada pelaku usaha. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan insentif yang diberikan tepat sasaran dan sejalan dengan ketentuan pajak minimum global yaitu 15% yang tercantum dalam Pilar 2 Global Antu Base Erosion (GloBE).
Menurut Suryo Utomo selaku Dirjen Pajak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 telah memberikan dasar penerapan pajak minimum global di Indonesia. Namun, diperlukan pengaturan lebih lanjut mengenai aspek teknis melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
Penerapan kebijakan Pilar 2 merupakan sebuah kebijakan yang mengharuskan Multi National Enterprise (MNE) untuk melakukan pembayaran pajak efektif sebesar 15% di setiap yuridiksi. Apabila tarif pajak efektif pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15% maka, yurisdiksi tempat Ultimate Parent Entity (UPE) berhak mengenakan top-up tax atas laba yang kurang dipajaki.
PP 55/2022 memberikan kewenangan kepada DJP untuk mengenakan pajak minimum global berdasarkan kesepakatan. Oleh sebab itu, grup perusahaan multinasional diharuskan membayar pajak sesuai dengan tarif minimum.
Badan Kebijakan Fiskal (BKF) berpendapat, insentif yang akan terdampak atas penerapan pajak minimum global adalah insentif yang berbasis penghasilan seperti tax holiday sedangkan, insentif berbasis pengeluaran seperti tax allowance dan supertax deduction tidak akan terdampak signifikan oleh kebijakan pajak minimum global.