IBX-Jakarta. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu mengungkapkan secara terbuka salah satu strategi yang akan dimaksimalkan dalam tahun anggaran 2025 untuk mendongkrak penerimaan negara. Strategi tersebut mencakup penggalian potensi perpajakan melalui pemanfaatan data analytic dan platform media sosial.
“Penggalian potensi itu melalui data analytic maupun media sosial,” ujar Anggito dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Jakarta, Senin (14/7/2025).
Inisiatif pemanfaatan data analytic dan media sosial ini termasuk dalam salah satu keluaran dari proses penyusunan kebijakan administratif yang terdapat dalam program pengelolaan penerimaan negara tahun 2026.
Di samping itu, terdapat juga keluaran berupa rekomendasi cukai terhadap produk pangan olahan yang mengandung natrium atau P2OB, penguatan kebijakan di sektor perpajakan dan PNBP guna mendorong kenaikan penerimaan negara, serta rekomendasi perbaikan proses bisnis di sektor logistik ekspor dan impor.
Berbagai program tersebut dirancang untuk mengoptimalkan pemasukan negara pada tahun 2026, yang rencananya didukung oleh alokasi anggaran sebesar Rp 1,99 triliun dari total usulan anggaran Kementerian Keuangan untuk tahun mendatang yang mencapai Rp 52,01 triliun.
Selain program dengan keluaran berupa kebijakan administratif, pengelolaan penerimaan negara 2026 juga mencakup inisiatif dalam bentuk layanan, komunikasi, serta edukasi. Cakupan program ini meliputi peningkatan kesadaran pajak masyarakat, promosi ekspor bagi pelaku UMKM, kerja sama internasional di bidang perpajakan, serta penyediaan data dan informasi terkait pelayanan penerimaan negara.
“Yang cukup baru mengenai perpajakan internasional, dan berikutnya data dan informasi pelayanan penerimaan negara, baik itu pajak, bea cukai, maupun penerimaan negara,” tegasnya.
Selanjutnya, terdapat juga program pengawasan dan penegakan hukum, antara lain berbentuk kerja sama lintas negara untuk penyidikan pelanggaran perpajakan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), koordinasi patroli laut, gugus tugas bersama pemberantasan barang ilegal, hingga peningkatan pengawasan PNBP, khususnya di industri ekstraktif.
Adapun program ekstensifikasi penerimaan negara akan dilakukan melalui integrasi data dan informasi perpajakan dan penerimaan negara, analisis bersama atas data tersebut, serta pelebaran basis penerimaan untuk mendukung agenda hilirisasi melalui pemanfaatan instrumen bea keluar.
“Ini satu tambahan penerimaan yang bisa kita hasilkan karena cara kerja unit eselon I tidak lagi sendiri-sendiri, tapi cara kerja bersama, sehingga memperoleh tambahan penerimaan negara,” ungkap Anggito.
Program lainnya juga mencakup aspek penanganan keberatan, banding, maupun gugatan hukum, termasuk di dalamnya keputusan penyelesaian sengketa, dokumen hasil penyelesaian banding DJP, serta penguatan fungsi penegakan hukum di bidang perpajakan.
Melalui serangkaian kebijakan ini, Kementerian Keuangan menetapkan target rasio penerimaan negara terhadap PDB pada tahun 2026 berada di kisaran 11,71%-12,22%, dengan rasio perpajakan 10,08%-10,45% dan rasio PNBP 1,63%-1,76%.
“Range-nya sudah dibahas dalam KEM PPKF, utamanya untuk rasio penerimaan negara, tax ratio, maupun rasio PNBP. Range nya sudah disepakati bersama nanti tentu akan disampaikan dalam nota keuangan berapa jumlahnya,” tutur Anggito.
Seluruh program pengelolaan penerimaan negara ini akan dijalankan oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, serta Lembaga National Single Window.
Sumber: Siap-Siap! Kemenkeu Gali Potensi Perpajakan Lewat Medsos pada 2026


