Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

PMK 81/2024: Pemungutan PPh atas Penjualan Saham di Bursa Efek

IBX-Jakarta. Atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek, orang pribadi atau badan dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) final sebesar 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan, sebagaimana diatur dalam Pasal 244. Pengenaan pajak ini dilakukan melalui pemotongan oleh penyelenggara bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan transaksi, sesuai ketentuan dalam Pasal 245 ayat (1). Penyelenggara bursa efek wajib membuat bukti pemotongan dan menyerahkannya kepada pihak yang dipotong, yang dapat berbentuk dokumen sesuai dengan tata cara pembuatan bukti pemotongan berdasarkan Pasal 245 ayat (2), (3), dan (4).

Selanjutnya, sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 245 ayat (5), PPh tersebut harus disetorkan ke Kas Negara paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan dilaporkan melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 245 ayat (6). Jika penyelenggara bursa efek tidak memenuhi ketentuan ini, maka akan dikenakan sanksi sesuai Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan PPh final sebesar 0,5% dari nilai saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (1). Saham pendiri yang dimaksud mencakup saham yang dimiliki sebelum penawaran umum perdana, termasuk saham yang berasal dari kapitalisasi agio atau pemecahan saham pendiri. Namun, saham dari pembagian dividen dalam bentuk saham, pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu, waran, obligasi konversi, atau saham pendiri dari perusahaan reksa dana tidak termasuk dalam pengertian ini, sebagaimana diatur dalam Pasal 246 ayat (4). Nilai saham yang dikenakan pajak dihitung berdasarkan nilai saham saat penutupan bursa pada akhir tahun 1996 atau pada saat penawaran umum perdana, tergantung pada waktu saham mulai diperdagangkan (Pasal 246 ayat (5)).

Tambahan PPh ini terutang pada saat saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek, sesuai Pasal 248 ayat (1). Pengenaan tambahan PPh dilakukan melalui pemungutan oleh emiten, yang harus dilaksanakan paling lambat satu bulan setelah saat terutangnya pajak. Emiten wajib menyetorkan pajak tersebut ke Kas Negara dan melaporkannya melalui Surat Pemberitahuan Masa Pajak paling lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir, sebagaimana diatur dalam Pasal 248 ayat (3). Jika pemungutan tambahan PPh ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 248 ayat (1) dan ayat (3), maka penghasilan dari transaksi penjualan saham pendiri akan dikenakan tarif PPh sesuai Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 249.

Kegagalan dalam pelaksanaan pemotongan, penyetoran, atau pelaporan pajak ini oleh emiten juga dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

*Disclaimer

Sumber: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2024

Recent Posts

Penerimaan Pajak Kripto di Indonesia Tembus Rp1,09 Triliun

IBX-Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa penerimaan pajak dari transaksi mata uang kripto di Indonesia mencapai Rp620,4 miliar hingga akhir tahun 2024. Sejak diberlakukannya pajak kripto pada tahun 2022, total penerimaan telah terkumpul sebesar Rp1,09 triliun dalam kurun waktu 2,5 tahun. Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset

Read More »

Semua PKP Dapat Membuat Faktur Pajak di Aplikasi Lama? Begini Rinciannya

IBX-Jakarta. Perkembangan sistem administrasi perpajakan di Indonesia terus mengalami transformasi, terutama dengan diluncurkannya Coretax sebagai sistem inti administrasi perpajakan pada Januari 2025. Namun, implementasi Coretax di awal tahun 2025 menuai sejumlah keluhan dari wajib pajak, terutama terkait kendala teknis dalam penerbitan faktur pajak elektronik. Banyak Pengusaha Kena Pajak (PKP) mengeluhkan lambatnya proses,

Read More »