

IBX-Jakarta. Pemerintah telah menerbitkan PMK 81/2024 sebagai langkah baru dalam mendukung administrasi perpajakan di Indonesia, salah satunya peraturan mengenai kegiatan penelitian dan pengembangan (litbang) melalui mekanisme insentif pengurangan penghasilan bruto atau yang dikenal dengan istilah supertax deduction. Aturan ini mulai berlaku efektif pada 1 Januari 2025, menggantikan PMK 153 tahun 2020 yang selama ini menjadi dasar hukum insentif serupa. Pencabutan PMK 153 tahun 2020 ini secara eksplisit disebutkan bahwa dalam Pasal 583 angka 33 PMK 81 tahun 2024, menandakan adanya perubahan mendasar dalam tata kelola insentif libang.
Salah satu inovasi yang dihadirkan dalam PMK 81/2024 adalah penyederhanaan proses administratif, terutama terkait dengan pelampiran Surat Kebijakan Fiskal (SKF). Jika sebelumnya wajib pajak harus melampirkan SKF secara berkala sebagai syarat pengajuan insentif, kini persyaratan tersebut telah dihapus. Dalam aturan baru ini, wajib pajak cukup memenuhi kriteria yang telah ditetapkan untuk memperoleh SKF, tanpa harus melalui proses administratif yang berulang. Selain itu, pengajuan proposal kegiatan jadi lebih sederhana, dengan hanya mengunggah proposal beserta dokumen pendukung melalui sistem daring. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi sekaligus mendorong partisipasi lebih luas dari pelaku usaha.
Perubahan signifikan lainnya adalah adanya pergeseran kewenangan dalam menilai kesesuaian proposal litbang. Sebelumnya, kementerian yang bergerak di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi bertanggung jawab atas evaluasi ini. Namun, melalui PMK 81/2024, peran tersebut dialihkan kepada Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Sebagai lembaga yang mengintegrasikan riset, pengembangan, inovasi, dan berbagai bidang keilmuan lainnya, BRIN memiliki tugas strategis untuk memastikan bahwa kegiatan litbang yang diajukan sejalan dengan kebutuhan nasional dan kriteria yang telah ditetapkan. BRIN juga terlibat dalam penilaian kesesuaian antara proposal dan realisasi kegiatan litbang, memperkuat pengawasan dan akuntabilitas dalam pemberian insentif ini.
Dalam aspek teknis, PMK 81/2024 menghapus opsi pengajuan permohonan secara luring yang sebelumnya diatur dalam Pasal 7 ayat (3) PMK 153/2020. Hal ini menegaskan pentingnya penggunaan sistem online single submission (OSS) sebagai satu-satunya jalur pengajuan, mencerminkan langkah pemerintah menuju digitalisasi penuh dalam layanan administrasi pajak. Dengan demikian, wajib pajak tidak lagi dapat menggunakan pengajuan manual sebagai alternatif jika terjadi gangguan pada sistem OSS.
Selain aspek administratif, PMK 81/2024 juga memperkenalkan persyaratan tambahan untuk mendapatkan pengurangan penghasilan bruto hingga 50%. Dalam ketentuan baru, kegiatan litbang yang diajukan wajib menghasilkan produk yang dilindungi hak kekayaan intelektual (HKI), seperti paten atau perlindungan varietas tanaman. Ketentuan ini bertujuan untuk mendorong hasil litbang yang tidak hanya memiliki nilai inovasi tetapi juga memberikan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual yang dihasilkan. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan daya saing ekonomi dan memperkuat ekosistem inovasi di Indonesia.
Meski terdapat banyak perubahan substantif, sebagian lainnya bersifat redaksional. Sebagai contoh, istilah perlindungan varietas tanaman yang sebelumnya disingkat menjadi PVT kini ditulis secara lengkap untuk memberikan kejelasan terminologi. Secara keseluruhan, PMK 81/2024 mencerminkan komitmen pemerintah dalam memperbaiki mekanisme pemberian insentif litbang, sekaligus mendorong inovasi yang dapat memberikan dampak nyata bagi pembangunan ekonomi nasional.
*Disclaimer
Sumber: PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 81 TAHUN 2024