IBX-Jakarta. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada tahun depan akan membawa berbagai dampak negatif, seperti penurunan upah riil masyarakat dan kontraksi dalam pertumbuhan ekonomi. Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, mengungkapkan bahwa kajian Indef tentang dampak kenaikan PPN hingga 12,5% pada tahun 2021 menunjukkan bahwa perekonomian secara keseluruhan mengalami kontraksi. Detilnya meliputi: penurunan upah nominal atau riil sebesar 5,86%, penurunan indeks harga konsumen sebesar 0,84%, penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,11%, penurunan konsumsi masyarakat sebesar 3,32%, penurunan ekspor sebesar 0,14%, dan penurunan impor sebesar 7,02%. “Ini adalah proyeksi jika tarif PPN dinaikkan menjadi 12,5%, namun rencana pemerintahan presiden terpilih Prabowo pada Januari 2025 adalah menaikkan tarif PPN menjadi 12%. Jadi, dampaknya diperkirakan mirip dengan ini,” jelas Esther dalam Diskusi Publik Indef secara daring pada Kamis (12/9/2024).
Esther menambahkan bahwa angka-angka tersebut diperoleh dari fakta bahwa ruang fiskal pemerintah semakin sempit karena pendapatan negara dari pajak yang menurun, sementara pengeluaran lebih cenderung untuk belanja rutin daripada belanja modal. “Kenaikan tarif PPN ini perlu dicermati karena dapat menyebabkan kontraksi perekonomian,” tutup Esther.
Sebagai catatan, rencana kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% sudah diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Berdasarkan aturan tersebut, kenaikan PPN sebesar 1% akan mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kenaikan tarif PPN ini akan tetap berlaku kecuali ada ketentuan perundang-undangan baru yang membatalkan Pasal 7 ayat (1) UU HPP. “[Tarif tetap naik 12%] sesuai dengan HPP,” ujar Airlangga di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Jakarta Selatan, Jumat (16/8/2024).
*Disclaimer*
Sumber: PPN Naik Tahun Depan, Waspada Upah Riil Turun hingga Ekonomi Terkontraksi (Bisnis.com)