Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

Provisi dan Kontinjensi: Memahami Kewajiban dan Ketidakpastian dalam Bisnis

IBX-Jakarta. Secara fundamental, dalam dunia bisnis, perusahaan pasti pernah menghadapi situasi yang melibatkan ketidakpastian. Ketidakpastian ini dapat berupa kewajiban untuk mentransfer uang tunai atau aset lainnya yang telah muncul, atau berapa jumlah yang perlu dibayarkan untuk menyelesaikan suatu kewajiban. Sebagai contoh, ada perusahaan yang terlibat dalam masalah hukum, tetapi pada tanggal 31 Desember atau saat penutupan buku, belum jelas apakah perusahaan tersebut harus membayar denda atau akan bebas dari tuntutan. Keberadaan ketidakpastian seperti yang dicontohkan di atas mengharuskan perusahaan untuk membuat suatu provisi atau kontinjensi.

Sebelum kita menjelajahi lebih jauh, penting untuk memahami perbedaan antara provisi dan kontinjensi. Menurut PSAK 57, provisi diartikan sebagai kewajiban yang waktu dan jumlahnya masih belum pasti. Provisi diakui dengan membebankannya pada beban dan kewajiban, serta dicatat hanya jika memenuhi tiga syarat berikut:

  • Entitas memiliki kewajiban saat ini (baik yang bersifat hukum maupun konstruktif) yang muncul akibat peristiwa di masa lalu.
  • Ada kemungkinan besar bahwa penyelesaian kewajiban tersebut akan menyebabkan keluarnya sumber daya yang memiliki nilai ekonomi.
  • Jumlah kerugian dapat diestimasi dengan wajar, berdasarkan pengalaman, saran dari pengacara, dan faktor-faktor lainnya.

Sedangkan, kontinjensi diartikan sebagai kewajiban saat ini yang muncul akibat peristiwa di masa lalu, tetapi tidak diakui karena tidak ada kemungkinan signifikan bahwa entitas akan mengeluarkan sumber daya untuk memenuhi kewajibannya; atau jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur dengan akurat.

Jika ada kemungkinan besar bahwa kewajiban saat ini tidak ada pada akhir periode pelaporan, entitas harus mengungkapkan kewajiban kontinjensi. Selain kewajiban kontinjensi, terdapat juga yang disebut aset kontinjensi, yaitu klaim atau hak untuk menerima aset yang keberadaannya tidak pasti, tetapi mungkin akan menjadi sah di kemudian hari. Contoh paling umum dari aset kontinjensi berkaitan dengan penerimaan yang mungkin diperoleh dari hadiah, sumbangan, bonus, kemungkinan pengembalian dana dari pemerintah atas kelebihan pajak, penundaan kasus hukum yang hasilnya bisa menguntungkan, serta kerugian pajak yang mungkin dapat dikompensasi di masa depan. Aset kontinjensi ini tidak perlu diakui, hanya perlu diungkapkan, sama seperti kewajiban kontinjensi.

Jika kita merangkum kemungkinan terjadinya suatu ketidakpastian, kita akan menemukan tiga kondisi, yaitu:

  • Probable, atau kemungkinan terjadinya yang sangat tinggi; dalam situasi ini, perusahaan mencatat provisi.
  • Reasonably possible, yaitu peluang terjadinya peristiwa di masa depan lebih besar dibandingkan dengan kemungkinan tidak terjadinya, tetapi masih di bawah tingkat kemungkinan yang dianggap probable. Dalam keadaan ini, perusahaan melakukan pengungkapan kewajiban kontinjensi.
  • Remote, yaitu peluang di mana terjadinya peristiwa di masa depan sangat kecil sehingga tidak perlu diungkapkan.

Contoh yang relevan adalah kasus pengadilan dan klaim. Kasus pengadilan dan klaim sering kali sulit untuk menentukan nilai moneter yang akan ditanggung oleh perusahaan. Oleh karena itu, biasanya kasus-kasus ini hanya perlu diungkapkan tanpa mengakui kewajiban yang diestimasi. Untuk menentukan apakah perlu diungkapkan atau tidak, ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan:

  • Periode waktu di mana penyebab tindakan yang mendasari terjadi.
  • Probabilitas hasil yang merugikan.
  • Kemampuan untuk membuat estimasi yang wajar mengenai jumlah kerugian.

Jika kasus hukum tersebut berpotensi menimbulkan kewajiban di masa depan berupa arus keluar sumber daya, dengan kemungkinan terjadinya yang dianggap mungkin (reasonably possible), dan terjadi sebelum laporan keuangan dirilis (meskipun setelah 31 Desember), maka perusahaan diwajibkan untuk memberikan pengungkapan mengenai kewajiban kontinjensi terkait kasus tersebut.

*Disclaimer

Sumber: Provisi dan Kontijensi (jagoakuntansi.com), 5 Jenis Laporan Keuangan dan Fungsinya (kompas.com)

Recent Posts

Awas, Coretax Akan Deteksi Pengusaha Nakal

IBX-Jakarta. Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyampaikan bahwa sistem inti administrasi perpajakan yang dikenal sebagai Coretax mampu mendeteksi aktivitas pengusaha yang tidak patuh pajak. Sistem ini mengidentifikasi Wajib Pajak melalui Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang kemudian dihubungkan dengan data dari berbagai pihak ketiga. Dengan demikian, seluruh aktivitas ekonomi penduduk dapat

Read More »

Hadapi Negosiasi Tarif Impor dengan AS, Sri Mulyani Cari Referensi dari Negara G20

IBX-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan diskusi dengan sejumlah menteri keuangan dari berbagai negara, seiring dengan berlangsungnya proses negosiasi tarif impor bersama Amerika Serikat. Ia menyampaikan bahwa proses comparing notes atau membandingkan catatan dilakukan dalam rangkaian pertemuan Spring Meeting G20 yang berlangsung di Washington D.C.,

Read More »

Sri Mulyani Ungkap Pajak Maret Rebound Berkat Core Tax Meski Kuartal I Masih Minus

IBX-Jakarta. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa implementasi sistem inti perpajakan baru (Core Tax System) mulai menunjukkan dampak positif terhadap penerimaan pajak. Pada Maret 2025, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp134,8 triliun—mengalami lonjakan signifikan dibandingkan bulan sebelumnya, yakni Rp98,9 triliun. Meski demikian, total penerimaan pajak sepanjang kuartal I/2025 (Januari—Maret) tercatat

Read More »