IBX – Jakarta. Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menurunkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mendapat dukungan dari kalangan legislatif. Salah satu yang menyuarakan dukungan paling kuat adalah Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, yang selama ini dikenal konsisten menolak kebijakan kenaikan PPN.
Misbakhun mengingatkan bahwa beban masyarakat masih berat akibat tekanan daya beli yang menurun. Karena itu, ia menilai sudah saatnya pemerintah meninjau ulang tarif PPN yang berlaku saat ini.
“Kalau perlu, PPN kita turunkan kembali ke 10%, bahkan bisa sampai 8% untuk mengangkat daya beli masyarakat,” ujar politisi Partai Golkar itu dalam keterangan tertulis, Rabu (15/10/2025).
Sejak diberlakukannya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) pada 2022, tarif PPN memang mengalami beberapa kali perubahan. Awalnya, tarif PPN naik dari 10% menjadi 11% pada April 2022, dan direncanakan naik lagi menjadi 12% pada Januari 2025.
Namun, kebijakan kenaikan tersebut memicu penolakan luas dari masyarakat dan pelaku usaha. Akhirnya, pemerintah memutuskan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% hanya diberlakukan untuk barang mewah, sementara transaksi umum tetap dikenai tarif 11%. Mekanisme tersebut dijalankan melalui penerapan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) 11/12, yang pada praktiknya mempertahankan beban pajak bagi sebagian besar masyarakat.
Dalam Pasal 7 ayat (3) UU HPP, pemerintah sebenarnya memiliki ruang fleksibilitas untuk menyesuaikan tarif PPN. Aturan tersebut menetapkan batas atas tarif maksimal sebesar 15% dan batas bawah sebesar 5%, yang memungkinkan pemerintah melakukan penyesuaian sesuai kondisi ekonomi nasional.
Ketentuan inilah yang menjadi dasar bagi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk mengkaji kemungkinan penurunan tarif PPN. Dalam konferensi pers APBN Edisi September 2025, Purbaya menyebut langkah ini bertujuan menjaga daya beli masyarakat di tengah tekanan ekonomi global.
“Nanti kita lihat, bisa tidak kita turunkan PPN untuk mendorong daya beli masyarakat. Tapi tentu harus dikaji hati-hati,” ujarnya, Selasa (14/10/2025).
Purbaya menegaskan, keputusan final mengenai penurunan tarif PPN tidak akan diambil secara tergesa. Pemerintah masih akan menunggu perkembangan realisasi penerimaan pajak hingga akhir 2025, sekaligus menilai kondisi ekonomi nasional secara menyeluruh.
“Kita lihat nanti akhir tahun seperti apa bagaimana ekonomi bergerak dan berapa penerimaan pajak yang masuk. Saat ini, saya masih harus mencermati dulu secara menyeluruh,” pungkasnya.
Dengan dukungan politik dari DPR dan ruang hukum yang tersedia, peluang penurunan tarif PPN terbuka lebar. Langkah ini diharapkan dapat menjadi stimulus fiskal yang mendorong daya beli masyarakat serta memperkuat pemulihan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.


