IBX-Jakarta. Selama delapan bulan pertama tahun ini, setoran penerimaan perpajakan hanya sebesar Rp1.196,5 triliun, turun 4% dibandingkan kinerja Agustus 2023 yang senilai Rp1.247 triliun. Runtuhnya berbagai jenis pajak berbarengan dengan berkurangnya penerimaan pajak.
Menurut Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, sebagian besar mengalami pertumbuhan positif hingga Agustus 2024, tergantung jenis pajaknya. Meskipun demikian, ada dua kategori pajak utama yang mengalami penurunan signifikan: pajak pertambahan nilai (PPN) dalam negeri dan pajak penghasilan badan, kadang-kadang dikenal sebagai pajak penghasilan badan.
“Pajak yang menurun adalah PPh Badan akibat penurunan harga komoditas,” kata Thomas saat konferensi pers APBN, Jakarta, dikutip Selasa (24/9/2024).
Hingga Agustus 2024, pembayaran pajak penghasilan badan senilai Rp 212,7 triliun atau 17,8% dari total penerimaan pajak. Di sisi lain, pertumbuhannya negatif 22,7% secara bruto dan negatif 32,1% secara neto.
Turunnya harga komoditas pada tahun 2023 menyebabkan penurunan kinerja perusahaan yang berdampak pada kontraksi pajak penghasilan badan. Akibatnya, pembayaran dan jangka waktu pajak penghasilan badan tahunan diturunkan sementara restitusi meningkat.
Nilai PPN DN sebesar Rp 275,69 triliun atau 23% dari keseluruhan penerimaan pajak. Meski begitu, penjualan kotor meningkat sebesar 9% meski pendapatan bersih secara keseluruhan turun 4,9%.
Meningkatnya restitusi, khususnya pada sektor industri pengolahan, perdagangan, dan pertambangan, berdampak pada penurunan PPN DN neto.
“Secara bruto PPN Dalam Negeri tumbuh 9,0% sejalan dengan terjaganganya konsumsi masyarakat. Namun, akibat peningkatan restitusi untuk dukung cash flow perusahaan terkontraksi sebesar minus 4,9% dengan realisasi Rp 275,69 triliun,” ujar Thomas.
Sebagian besar bentuk pajak lainnya juga mengalami peningkatan; salah satu contohnya adalah PPh 21 yang mewakili 14,7% dari total pendapatan sebesar Rp 176,14 triliun. Pemanfaatan yang kuat dan upah tenaga kerja dari jenis ini memungkinkannya meningkat sebesar 24,8% baik secara bersih maupun kotor.
PPh 22 Impor masing-masing naik 7,3% sehingga total terealisasi Rp 50,99 triliun atau 4,3% dari penerimaan pajak. Nilai impor bahan baku, minyak, dan gas naik seiring dengan kenaikan PPh 22 impor.
Pajak Penghasilan Orang Pribadi atau PPh OP telah menghasilkan Rp 11,44 triliun atau 1% dari total kontribusi pendapatan. Realisasi bruto dan bersih meningkat 12,6%.
Akibat kenaikan bunga dan royalti yang dibayarkan ke luar negeri, PPh 26 yang per Agustus 2024 sebesar Rp 61,46 triliun atau 5,1% dari iuran naik 5,1% secara bruto dan 3,4% secara neto.
Selain itu, pajak penghasilan final meningkat menjadi Rp 87,99 triliun atau 13,9% secara neto dan 12,5% secara bruto. PPh final menyumbang 7,4% terhadap penerimaan negara. Pendorong kenaikan ini saat ini adalah pembayaran konstruksi yang lebih tinggi, deposito atau tabungan, sewa, dan pengalihan lahan bangunan.
Kesimpulannya, golongan PPN Impor mengalami kenaikan sebesar 6,1% secara bruto dan 6% secara neto per Agustus 2024, mencapai Rp 176,33 triliun dan menyumbang 14,7% dari total penerimaan pajak.
Kenaikan PPh 22 impor yang disebabkan oleh peningkatan nilai impor bahan baku minyak dan gas setara dengan peningkatan setoran PPN impor.
*Disclaimer*
Sumber: Setoran PPh & PPN Warga RI ke Negara Anjlok, Tanda Apa Ini?(CNBCIndonesia)