Intercounbix

Shaping a sustainable future

Transfer Pricing | Accounting | Tax | Business Advisory

Witholdingtax atas Bagi Hasil

Pertanyaan:

Perkenakan saya Zaen ijin bertanya sebagai berikut:

Perusahaan kami (PT ABC) melakukan investasi kepada PT DEF dengan menyerahkan MODAL KERJA secara bertahap untuk sebuah proyek konstruksi yang dikerjakan oleh PT DEF. Nilai modal kerja yang diserahkan mencapai 3 miliar rupiah. Atas 3 miliar tersebut PT ABC Berhak meminta kembali MODAL KERJA yang telah diserahkan kepada PT DEF. PT ABC menerima hasil keuntungan atas pengelolaan MODAL KERJA yang dilakukan oleh PT ABC.

PT ABC dan PT DEF bersepakat memberikan pembagian keuntungan (Sharing Profit) setelah adanya pencairan atas tagihan yaitu dengan jumlah Pihak Pertama sebesar 70% (sudah termasuk PPh) dan Pihak Kedua sebesar 30%.

PT DEF menerima proyek konstruksi dari PT GHI dan antara  PT DEF dan PT GHI sepakat untuk mengadakan perjanjian dalam proyek  tersebut tanpa melibatkan PT ABC. Jadi dalam hal ini PT ABC hanya menyerahkan modal kerja kepada PT DEF tanpa ikut terlibat dengan PT DEF dalam proyek konstruksi tersebut dan di pembukuan PT DEF, PT ABC tidak tercatat sebagai pemegang saham.

Pertanyaan kami:

Atas penghasilan yang diterima oleh PT ABC dari PT DEF apakah harus dipotong pajak???

Demikian pertanyaan kami. Terima kasih.

Jawaban:

Oleh: Maskudin

Beberapa hal yang kami pahami dari pertanyaan diatas adalah sebagai berikut:

a. PT ABC menyerahkan modal kerja sebesar 3 miliar kepada PT DEF dan atas dana sejumlah 3 miliar tersebut PT ABC berhak meminta kembali dari PT DEF.

b. PT ABC berhak mendapatkan keuntungan dari proyek konstruksi sebesar 70% dari laba yang nantinya akan diserahkan oleh PT DEF.

c. Proyek konstruksi yang dikerjakan PT DEF berasal dari PT GHI. PT DEF dan PT GHI menutup kontrak tanpa melibatkan PT ABC.

d. Terkait dengan penyerahan modal kerja PT ABC tidak tercatat sebagai pemegang saham di PT DEF.

Berdasarkan hal diatas antara PT ABC dan PT DEF terlibat dalam kontrak pinjam meminjam. PT ABC sebagai kreditur sedangkan PT DEF sebagai debitur. PT ABC diperlakukan sebagai kreditur hal ini dibuktikan dengan menyerahkan modal kerja dan berhak meminta kembali modal kerja tersebut. Juga PT ABC hanya menyerahkan modal kerja saja tanpa melakukan apapun dan PT ABC tidak tercatat sebagai pemegang saham di PT DEF.

Dikarenakan PT ABC diperlakukan sebagai kreditur maka PT ABC berhak mendapatkan penghasilan bunga meskipun penghasilan tersebut dihitung berdasarkan persentase bagi hasil bukan tarif bunga tetap dan berkala.

Atas penghasilan bunga PT ABC tersebut maka pada saat pembayaran oleh PT DEF maka PT DEF harus melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas bunga sebesar 15% sebagaimana tertuang dalam UU HPP klister PPh pasal 23 yang menyebutkan bahwa:

“Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan: sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas bunga bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f”.

Pasal 4 ayat (1) huruf f menyebutkan bahwa:” Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

Demikian pendapat kami semoga bermanfaat dan mencerahkan.

***Disclaimer***

Recent Posts

Badan Otorita Penerimaan Negara Akan Dibentuk, Ini Struktur dan Tugasnya

IBX-Jakarta. Presiden terpilih Prabowo Subianto dikabarkan tengah menyiapkan struktur organisasi Badan Penerimaan Negara (BPN) atau Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN), sebuah lembaga baru yang dirancang untuk memperkuat sistem penerimaan negara secara terintegrasi. Informasi ini disampaikan oleh Edi Slamet Irianto, anggota Dewan Pakar TKN Bidang Perpajakan, dalam acara ISNU Forum on

Read More »

Mengenal Mutual Agreement Procedure dalam Mengatasi Sengketa Transfer Pricing

IBX-Jakarta. Dalam konteks perpajakan internasional, sengketa transfer pricing menjadi isu yang kian kompleks dan sering terjadi, terutama ketika dua negara memiliki pandangan berbeda terkait penentuan harga wajar atas transaksi afiliasi lintas batas. Untuk menyelesaikan sengketa semacam ini tanpa harus menempuh jalur litigasi, tersedia suatu mekanisme yang diakui secara internasional, yaitu

Read More »

Mengenal Analisis Fungsi, Aset, dan Risiko dalam Transfer Pricing

IBX-Jakarta. Dalam praktik perpajakan, khususnya dalam transaksi antar perusahaan afiliasi, penting bagi Wajib Pajak untuk memastikan bahwa transaksi yang dilakukan telah sesuai dengan prinsip kewajaran. Salah satu cara menilai kewajaran ini adalah melalui analisis fungsi, aset, dan risiko atau yang dikenal dengan istilah FAR (Function, Asset, and Risk analysis). Prinsip

Read More »